Sejarah Pramuka di Indonesia, Kini Justru Dihapus Nadiem Makarim dari Ekstrakulikuler Wajib

Senin, 01 April 2024 | 14:00 WIB
Sejarah Pramuka di Indonesia, Kini Justru Dihapus Nadiem Makarim dari Ekstrakulikuler Wajib
Anggota Pramuka saat mengikuti upacara pembukaan Raimuna Nasional (Rainas) XII di Bumi Perkemahan Cibubur, Jakarta, Senin (14/8/2023). [Suara.com/Alfian Winanto]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Menteri Pendidikan, Riset, dan Teknologi (Mendikbud) Nadiem Makarim membuat aturan baru yang di dalamnya resmi menghapus kegiatan Pramuka sebagai ekstrakurikuler wajib di sekolah. Aturan tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri (Permen) Nomor 12 Tahun 2024 tentang Kurikulum pada Pendidikan Anak Usia Dini, Jenjang Pendidikan Dasar, dan Jenjang Pendidikan Menengah.

Sehingga, Pramuka ditempatkan sebagai kegiatan yang dapat dipilih dan diikuti sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat, dan minat peserta didik. Sebab selama ini, Pramuka diwajibkan di sekolah sebagai salah satu aktivitas pengembangan diri siswa. Di dalamnya diajarkan beragam keterampilan yang dibutuhkan ketika berada di alam bebas. 

"Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku: h. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 63 Tahun 2014 tentang Pendidikan Kepramukaan sebagai Ekstrakurikuler Wajib pada Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah dicabut dan dinyatakan tidak berlaku," demikian bunyi Pasal 34 Bab V Bagian Ketentuan Penutup Permendikbudristek 12/2024 tersebut.

Anggota Pramuka saat mengikuti upacara pembukaan  Raimuna Nasional (Rainas) XII di Bumi Perkemahan Cibubur, Jakarta, Senin (14/8/2023). [Suara.com/Alfian Winanto]
Anggota Pramuka saat mengikuti upacara pembukaan Raimuna Nasional (Rainas) XII di Bumi Perkemahan Cibubur, Jakarta, Senin (14/8/2023). [Suara.com/Alfian Winanto]

Peraturan tersebut ditetapkan di Jakarta pada 25 Maret 2024 dan mulai berlaku pada tanggal diundangkan yaitu 26 Maret 2024.

Baca Juga: Perbedaan Skripsi dan Tugas Akhir Sarjana

Namun, keputusan tersebut menjadi kontroversi bagi publik. Pramuka sendiri memang telah dikenal luas sebagai gerakan kepemudaan yang telah puluhan tahun ada di Indonesia dan diajarkan sejak bangku sekolah dasar. Berikut sejarah Pramuka yang terjadi di Indonesia.

Sejarah Pramuka di Indonesia

Pramuka bermula dari gerakan pendidikan kepanduan. Gerakan itu masuk ke Indonesia sejak zaman Hindia-Belanda. Pada 1912, dimulai latihan sekelompok pandu di Batavia (nama Jakarta pada masa penjajahan Belanda), yang kemudian menjadi cabang dari Nederlandsche Padvinders Organisatie (NPO). Kepanduan itu berkembang cukup baik hingga menarik perhatian Bapak Pandu Sedunia, Lord Baden-Powell.

Kemudian, bersama istrinya Lady Baden-Powell, dan anak-anak mereka mengunjungi organisasi kepanduan di Batavia, Semarang, dan Surabaya, pada awal Desember 1934. Para pandu di Hindia-Belanda pernah pula mengikuti Jambore Kepanduan Sedunia.

Bila pada Jambore Sedunia 1933 di Hungaria hanya sebatas pada kunjungan delegasi kecil untuk menyaksikan kegiatan akbar itu, maka pada Jambore Sedunia 1937 di Belanda, ikut pula Kontingen Pandu Hindia-Belanda yang terdiri dari Pandu-pandu keturunan Belanda, bumiputera khususnya dari Batavia dan Bandung, lalu dari Pandu Mangkunegaran, dari Ambon, dan sejumlah Pandu keturunan Tionghoa dan Arab. Sementara di dalam negeri, kegiatan perkemahan dan jamboree kepanduan juga diadakan di sejumlah tempat.

Baca Juga: Catat! Ini Syarat Baru untuk Lulus Kuliah S1: Skripsi Tak Lagi Diwajibkan

Singkatnya, pada 27-29 Desember 1945, berlangsung Kongres Kesatuan Kepanduan Indonesia di Surakarta. Kongres tersebut menghasilkan Pandu Rakyat Indonesia sebagai satu-satunya organisasi kepramukaan di Indonesia. Namun, ketika Belanda kembali mengadakan agresi militer pada 1948, Pandu Rakyat dilarang berdiri di daerah-daerah yang sudah dikuasai Belanda. Hal tersebut memicu munculnya organisasi lain, seperti Kepanduan Putera Indonesia (KPI), Pandu Puteri Indonesia (PPI), dan Kepanduan Indonesia Muda (KIM).

Pada perkembangannya, kepanduan Indonesia kemudian terpecah menjadi 100 organisasi yang tergabung dalam Persatuan Kepanduan Indonesia (Perkindo). Namun, jumlah perkumpulan kepramukaan di Indonesia tidak sebanding dengan jumlah anggota perkumpulan. Selain itu masih ada rasa golongan yang tinggi, sehingga membuat Perkindo menjadi lemah. Untuk mencegah hal itu, Presiden Soekarno bersama Sri Sultan Hamengku Buwono IX yang saat itu merupakan Pandu Agung, menggagas peleburuan berbagai organisasi kepanduan dalam satu wadah.

Hal itu pertama kali diungkapkan Presiden Soekarno ketika mengunjungi Perkemahan Besar Persatuan Kepanduan Putri Indonesia di Desa Semanggi, Ciputat, Tangerang, pada awal Oktober 1959. 

Gerakan Pramuka tersebut diawali dengan serangkaian peristiwa yang saling berkaitan. Pada 9 Maret 1961 diresmikan nama Pramuka dan menjadi Hari Tunas Gerakan Pramuka. Pada 20 Mei 1961, diterbitkan Keputusan Presiden Nomor 238 Tahun 1961 tentang Gerakan Pramuka dan momen tersebut dikenal sebagai Hari Permulaan Tahun Kerja. Pada 20 Juli 1961, para wakil organisasi kepanduan Indonesia mengeluarkan pernyataan di Istana Olahraga Senayan, untuk meleburkan diri ke dalam organisasi Gerakan Pramuka. Sehingga disebut sebagai Hari Ikrar Gerakan Pramuka.

Setelah itu, pada 14 Agustus 1961, Gerakan Pramuka diperkenalkan secara resmi kepada masyarakat luas dalam suatu upacara di halaman Istana Negara. Ditandai dengan penyerahan Panji Gerakan Pramuka dari Presiden Soekarno kepada Sri Sultan Hamengku Buwono IX yang juga menjadi Ketua pertama Kwartir Nasional Gerakan Pramuka. Panji itu lalu diteruskan Sri Sultan Hamengku Buwono IX kepada suatu barisan defile yang terdiri dari para Pramuka di Jakarta, dan dibawa berkeliling kota. Tanggal 14 Agustus itulah yang kemudian ditetapkan sebagai Hari Pramuka dari dirayakan seluruh Pramuka setiap tahunnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI