Suara.com - Penangkapan serta penahanan terhadap dua orang tersangka kasus korupsi komoditas timah dalam hal Izin Usaha Pertambangan (IUP) oleh PT Timah Tbk (TINS), yaitu Harvey Moeis dan Helena Lim telah dilakukan oleh Kejaksaan Agung sejak Selasa (26/03/2024) dan Rabu (27/03/2024).
Penahanan ini pun dilakukan selama 20 hari sesuai dengan Pasal 24 ayat (1) dan ayat (2) KUHAP demi kepentingan penyidikan. Hal ini pun juga dibenarkan oleh pihak Kejaksaan Agung.
"Untuk kepentingan penyidikan dari pihak Kejaksaan, pihak yang bersangkutan (Harvey Moeis dan Helena Lim) akan menjalani penahanan di Rutan Salemba Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan untuk 20 hari ke depan," ungkap Direktur Penyidikan Jampidsus Kuntadi dalam keterangannya di Kantor Kejagung, Jakarta Selatan, Rabu (27/3/2024) malam.
Keduanya pun terlibat dalam kasus korupsi komoditas timah Bangka Belitung yang merugikan negara hingga Rp2,71 triliun.
Baca Juga: Bukan Hanya Hermes, Sandra Dewi Koleksi Tas Mewah Ini sampai Punya 4 Warna Berbeda
Baik Harvey maupun Helena pun memegang peran masing-masing atas kasus korupsi yang menjerat mereka.
Lalu, apa saja peran keduanya dalam kasus korupsi hingga ditetapkan sebagai tersangka? Simak inilah selengkapnya.
Peran Harvey Moeis
Dalam kasus korupsi ini, Harvey pun ditetapkan sebagai tersangka ke - 16 setelah Helena Lim yang juga menjadi tersangka ke-15. Peran Harvey dalam kasus korupsi ini pun diungkap oleh pihak Kejaksaan Agung (Kejagung).
"Perkara kasus ini melibatkan beberapa pihak, termasuk tersangka HM (Harvey Moeis). Saudara HM ini diketahui sempat menghubungi Direktur Utama PT Timah, saudara RZ yang bertujuan untuk bekerjasama atas penambangan liar di wilayah IUP PT Timah," ungkap Kuntadi dalam konferensi pers yang digelar di Gedung Kartika Jampidmil Kejagung, Jakarta Selatan, Rabu (27/03/2024) malam.
Tak hanya itu, Harvey pun juga sempat menemui RZ dan mencoba menutupi rencana penambangan liar tersebut dengan dalih kerjasama dalam sewa menyewa peralatan peleburan timah di wilayah IUP PT Timah. Kesepakatan antara keduanya ini pun membuat PT Timah akhirnya merugi hingga triliunan rupiah.
Harvey juga menghubungi para petinggi smelter di mana ia memegang saham besar di perusahaan tersebut untuk ikut bekerjasama dalam mengakomodir aktivitas penambangan liar ini.
Kerjasama antara PT Timah dengan perusahaan smelter ini pun menghasilkan banyak keuntungan. Harvey pun meminta agar keuntungan tersebut disisihkan dan diserahkan kepadanya dengan dalih pemberian dana corporate social responsibility (CSR) sehingga penyelewengan dana tersebut diharapkan tidak terendus sebagai kasus korupsi atau suap.
Atas perbuatannya, Harvey pun disangkakan Pasal 2 Ayat 1, Pasal 3 Jo Pasal 18 UU Tipikor Jo pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Peran Helena Lim
Perpanjangan tangan Helena Lim yang membantu Harvey beserta rekannya yang lain membuat dana keuntungan ini bisa dimanipulasi seolah-olah diterima sebagai dana CSR. Manager PT QSE ini membantu mengelola dana tersebut hingga diterima oleh Harvey dan para pemilik smelter lain sebagai keuntungan pribadi dan kelompok.
Helena juga diduga ikut menerima aliran dana korupsi yang merugikan negara hingga Rp 2,71 triliun tersebut.
Tindakan pidana Helena ini membuatnya diduga terjerat pasal berlapis, yaitu Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo. Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 56 KUHP.
Kini, keduanya pun ditahan di Rutan Salemba Jakarta Selatan hingga tanggal 14 April 2024 mendatang.
Kontributor : Dea Nabila