Suara.com - Puasa selama Bulan Ramadan tidak sekadar ibadah untuk menahan hawa nafsu, lapar, dan haus. Melainkan perilaku-perilaku yang tidak terpuji seperti berbohong, mengumpat, dan bergosip juga harus dihindari.
Di era digital, bergosip atau gibah tidak hanya dilakukan melalui obrolan langsung, tetapi juga telah merambah ke media sosial. Seiring dengan bermunculannya akun-akun gosip di berbagai media sosial menjadikan topik perbincangan seputar orang lain seolah menjadi tren.
Dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari, Rasulullah saw bersabda:
“Barangsiapa tidak meninggalkan ucapan dan perilaku kotor, maka tidak ada kepentingan bagi Allah atas amalnya meninggalkan makanan atau minuman.” (HR Al-Bukhari).
Baca Juga: Oki Setiana Dewi Mondok di Mana? Kini Adabnya Makan di Depan Orang Puasa Jadi Bulan-bulanan
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), ghibah diartikan sebagai kegiatan membicarakan keburukan orang lain. Di Al Quran juga dituliskan kalau ghibah diibaratkan dengan memakan bangkai saudarannya sendiri.
Tidak hanya saat puasa Ramadan, aktivitas ghibah dilarang keras dalam Islam. Dalam Alquran surah Al-Hujurat ayat 12, Allah SWT berfirman:
"Wahai orang-orang yang beriman! Jauhilah banyak dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah ada di antara kamu yang menggunjing sebagian yang lain. Apakah ada di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Tentu kamu merasa jijik ... " (QS. Al-Hujurat [49]: 12).
Atas dasar tersebut, ulama mengatakan bahwa hukum bergosip, mengumpat, atau membikin berita bohong (hoax), dan bullying di media sosial dalam kondisi puasa, hukum puasanya tetap sah, meskipun tidak memperoleh pahala ibadah puasa.
Dikutip dari situs NU Online, hal itu tertuang dalam hadist riwayat An-Nasai:
Baca Juga: Ramadan Berarti Panas Terik Membakar? Ini Penjelasan Prof Quraish Shihab
"Banyak sekali orang yang tidak mendapat apapun dari puasanya kecuali lapar. Dan banyak sekali orang shalat malam tidak mendapatkan apapun dari shalatnya kecuali bangun malam".
Ketetapan ini selaras dengan apa yang disampaikan oleh Imam An-Nawawi (wafat 676 H), dalam kitabnya Al-Majmu’ Syarhul Muhaddzab:
"Apabila seseorang melakukan ghibah saat puasa, maka ia berdosa dan tidak batal puasanya menurut pandangan kita (mazhab Syafi’i), hal ini juga selaras dengan yang dikemukakan oleh mazhab Maliki, Hanafi dan Hanbali. Kecuali menurut pandangan Imam Al-Auza’i, menurutnya puasa batal disebabkan perbuatan ghibah dan wajib untuk diqadha".