Suara.com - Presiden Jokowi (Jokowi) pernah diingatkan oleh Ridwan Kamil (Emil) bahwa membangun ibu kota bukanlah perkara mudah. Pasalnya, ada banyak negara mengalami kegagalan dalam membangun ibu kota baru.
Hal itu disampaikan Emil selaku Kurator Pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara dalam Rakornas Otorita IKN di Kempinski Hotel, Jakarta Pusat pada Kamis (14/3/2024) kemarin. Lantas negara mana saja yang gagal membangun ibu kora baru menurut Emil? Simak penjelasan berikut ini.
4 Negara Gagal Bangun Ibu Kota Baru Menurut Ridwan Kamil
1. Myanmar
Emil memberi contoh ibu kota yang dianggap gagal di berbagai negara. Pertama, ibu kota Myanmar di Naypyidaw. Emil mengatakan Naypyidaw sangat sepi karena tidak didesain sebagai kota, melainkan hanya pusat pemerintahan.
Baca Juga: Erina Gudono Dilirik Maju Pilkada, Demokrat Bicara Soal Hak Politik: Jangan Dibatasi
"Mindahin kantor doang, tidak ada kota formal-informal, kaya miskin bercampur. Sifat kota itu harus bercampur, semua golongan harus hadir. Ini nggak boleh dicontoh," tutur dia.
Sebagai informasi, ibu kota Myanmar awalnya berada di Kota Yangon. Pada 5 Februari 2005, pemerintah Myanmar memutuskan untuk memindahkan pusat pemerintahan ke Kota Naypyidaw yang berada sekitar 320 km di utara Yangon.
Tak ada alasan resmi soal pemindahan ibu kota tersebut, tapi spekulasi mengenai alasan pemindahan termasuk untuk mencegah serangan militer asing. Biaya yang dikeluarkan untuk membangun ibu kota baru Myanmar itu termasuk fantastis karena menghabiskan dana sampai USD 4 miliar.
Sayangnya meski sudah menelan biaya cukup besar, saat ini media internasional banyak memberitakan bahwa ibu kota baru Myanmar itu telah menjadi "kota hantu". Hal ini disebabkan karena dalam proses perpindahan, pemerintah Myanmar tak terbuka dengan masyarakatnya.
Alhasil banyak penduduk tak mau tinggal di Naypyidaw. Gara-gara itu sebagian besar fasilitas di sana sangat terlihat sepi, jalanan kosong, dan banyak bangunan tidak berpenghuni.
Baca Juga: Kejutan Baru! Presiden Berhak Pilih Ketua Dewan Kawasan Aglomerasi di RUU DKJ
2. Malaysia
Emil lalu memberikan contoh lain negara yang gagal memindahkan ibu kota yakni Malaysia di Putera Jaya. Dia mengakui desain kota Putera Jaya memang bagus, namun kondisinya setelah maghrib pasti sepi.
"Kenapa? Karena rumahnya masih di Kuala Lumpur. Paginya ngantor di Putera Jaya. Dia sore pulang lagi, malam sepi. Namanya kota siang ramai, malam juga ramai karena semua jenis kegiatan di sana," jelas Emil.
Ketika Malaysia memindahkan ibu kotanya ke Putrajaya sebagai kota administratif pemerintahan, pegawai pemerintah justru tidak tertarik untuk tinggal di sana. Alasan yang sering muncul adalah mereka tidak ingin tinggal jauh dari keluarga dan kerabat mereka.
Marcus Lee, seorang ekonom urban senior, juga berpendapat pemindahan Ibu Kota oleh Malaysia tidak efektif dalam mencapai tujuan untuk menyeimbangkan populasi dan aktivitas ekonomi dasar.
3. Australia
Emil lalu menyebut Canberra, ibu kota Australia juga bernasib sama. "Australia juga sama, ramainya di Sidney, Melbourne, ibu kotanya Canberra sepi, kurang manusia. Kotanya keren, indah tipikal Australia, tapi sepi," sambung Emil.
Pemindahan Ibu Kota Australia dari Sydney ke Canberra memang menghadapi tantangan. Profesor Michele Acuto, seorang pakar politik dan perencanaan kota dari Universitas Melbourne mengatakan bahwa kekuatan ekonomi Australia terlihat terpisah dari pusat kekuasaan politik (Canberra) lebih dari 100 tahun setelah pemindahan Ibu Kota dari Sydney ke Canberra.
4. Brasil
Selanjutnya, Emil mengatakan ibu kota Brasil, Brasilia juga gagal karena terlalu luas dan kurang manusiawi. Di Brasilia, orang-orang berjalan terlalu jauh sehingga kepanasan karena jaraknya yang berjauhan. Menurut Emil, jika sebuah kota tidak ada orang berjalan kaki, maka itu termasuk kota yang gagal.
Brasilia memang bukan kota yang sempurna. Walau terdapat gedung-gedung modern dan serba teratur, wilayah yang berpenduduk lebih dari 3 juta jiwa itu dianggap pengamatnya sebagai "kota yang cukup membosankan." Artinya kota Brasilia hanya dianggap hutan beton yang tidak memiliki gairah seperti perkotaan pada umumnya.
Brasilia dianggap cuma kota untuk kerja, penduduknya harus ke luar kota untuk mencari hiburan. Ibu kota Brasil ini memang dipandang indah, tapi cukup membosankan bila ingin mencari kesenangan. Apalagi pusat keramaian pun hanya terpusat di satu kawasan, yaitu di zona pusat (central).
Kontributor : Trias Rohmadoni