Ayu Ting Ting Gelar Pengajian di Tengah Isu Akan Segera Menikah, Wajibkah Dilakukan Sebelum Akad Nikah?

Minggu, 10 Maret 2024 | 09:45 WIB
Ayu Ting Ting Gelar Pengajian di Tengah Isu Akan Segera Menikah, Wajibkah Dilakukan Sebelum Akad Nikah?
Outfit Ayu Ting Ting Gelar Pengajian (Instagram)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Kabar pernikahan Ayu Ting Ting dengan tunangannya Muhammad Fardana tengah ditunggu oleh publik. Namun, kedua belah pihak keluarga masih merahasiakan tanggal pernikahan pasangan tersebut. Tersebar kabar kalau Ayu dan Fardana akan menikah dalam waktu dekat, pasalnya telah digelar acara pengajian di rumah pedangdut asal Depok tersebut. 

Namun, dugaan tersebut dibantah oleh ayah Ayu, Abdul Rozak. Lelaki yang akrab disapan Ayah Ojak itu mengatakan kalau pengajian itu memang rutin diadakan keluarganya setiap kali menjelang Ramadan.

"(Acara) Ramadan, biasa kita setiap tahun rutinitas santun santunan. Undangannya 200 orang, ada juga tim Ayu. Ya jadi kita tiap tahun ada acara seperti ini," kata Abdul Razak ditemui di rumahnya kawasan Depok, Jawa Barat pada Sabtu (9/3/2024).

Dia menambahkan, pengajian yang digelar sejak pukul 08.00 WIB memang acara tahunan. Keluarganya, memberikan sembako kepada saudara, tetangga dan orang-orang yang tidak mampu.

Baca Juga: Ayah Ojak Klarifikasi Pengajian di Rumah Ayu Ting Ting

Outfit Ayu Ting Ting Gelar Pengajian (Instagram)
Outfit Ayu Ting Ting Gelar Pengajian (Instagram)

Di sisi lain, menggelar pengajian sebelum digelarnya akad nikah memang menjadi bagian budaya bagi sejumlah umat Islam di Indonesia. Secara syariat, pengajian sebelum pernikahan sebenarnya tidak wajib dilakukan. 

Selain pengajian, calon pengantin justru dianjurkan menyiapkan diri terhadal hal lain sebelum pernikahannya digelar. Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Perempuan, Remaja dan Keluarga Nyai Hj Badriyah Fayumi mengungkapkan dua hal penting yang perlu disiapkan untuk merencanakan pernikahan. Yakni, kemampuan (istitha'ah) dan persiapan (isti’dad) yang baik sebagai prasyarat.

"Istitha'ah tidak hanya fisik dan finansial, tapi juga mental, emosional, sosial, juga spiritual. Sudah pasti istitha'ah yang demikian tidak bisa diemban oleh anak-anak dan mereka yang belum dewasa," kata Nyai Badriyah dikutip dari situs NU Online.

Selanjutnya isti’dad atau persiapan dan kesiapan pranikah, yang menurutnya tidak cukup hanya dengan mapan dari segi finansial. Pasangan yang merencanakan pernikahan harus mempersiapkan mental untuk bertanggungjawab terhadap perkawinan, kesiapan memenuhi janji, menjaga kesucian, dan kehormatan akad yang sudah mengikat, antara lain dengan tidak selingkuh, tidak KDRT, dan tidak poligami. 

Nyai Badriyah menegaskan bahwa tanggungjawab terhadap pernikahan bukan sekadar ditunjukan dengan mampu menggelar pesta yang meriah.

Baca Juga: Nathalie Holscher Bingung Pilih Fokus Kerja atau Nikah Lagi, Netizen: Balikan Sama Sule

"Tidak cukup hanya dengan punya pekerjaan dan bisa membuat walimah yang meriah. Yang lebih penting adalah kesiapan suami istri kesiapan menjalankan relasi sehari-hari yang ma'ruf, kesiapan menghadapi dan menyelesaikan masalah perkawinan yang akan terus datang sepanjang waktu dengan cara yang ma'ruf, serta kesiapan menghadapi keadaan hidup yang pasang surut," jelas dia. 

Kedua hal itu, membutuhkan pasangan yang sevisi dan saling menguatkan. Untuk itu kafa'ah atau kesetaraan yang diperlukan. Bukan semata kafa'ah dari sisi latar belakang sosial, ekonomi, dan pendidikan, melainkan juga kafa'ah dalam cara pandang dan cara berelasi. 

Tujuannya agar kedua pasangan sama-sama memiliki kemampuan dan kesiapan yang setara, saling terhubung, dan satu frekuensi dalam menjalani dan membawa keluarga, untuk terus berjalan dan berkembang menuju cita-cita membentuk khaira ummah (umat terbaik).

Lebih lanjut, Nyai Badriyah menjelaskan isti’dad yang memerlukan soliditas dan solidaritas pasutri secara terus menerus dan ditopang kemampuan membangun mawaddah dan rahmah dalam pernikahan. Ia mengakui bahwa hal tersebut tidak cukup mudah untuk dipraktikkan secara instan, apalagi bagi pasangan yang dijodohkan, namun tanpa kedua hal tersebut maka cita-cita membangun keluarga sakinah akan sulit terwujud. 

"Yang demikian tentu sulit dipenuhi jika dua orang yang menikah dikawinkan secara paksa. Tanpa cinta. Tanpa kafa'ah yang hakiki. Keluarga sakinah tidak terwujud, apalagi keluarga yang membawa maslahah yang lebih luas," jelas mufasir perempuan asal Pati, Jawa Tengah itu. 

Oleh karena itu, ia menyarankan kepada setiap pasangan yang merencanakan pernikahan untuk melakukan pendekatan secara serius dari berbagai sisi, tidak hanya dari sisi agama tapi juga psikologi, kesehatan, sosial, finansial, dan lainnya. 

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI