Hasil Audit Sampah Plastik Sungai Watch Dipertanyakan, Kenapa?

Bimo Aria Fundrika Suara.Com
Rabu, 21 Februari 2024 | 11:45 WIB
Hasil Audit Sampah Plastik Sungai Watch Dipertanyakan, Kenapa?
Ilustrasi sampah plastik menumpuk (shutterstock)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Yayasan Kelola Sampah Indonesia (Yaksindo) menilai audit sampah plastik yang dilakukan Sungai Watch di sungai-sungai di Bali dan Banyuwangi tidak fair. Pasalnya, pengumpulan sampahnya hanya dilakukan di hilir sungai saja.

“Tidak bisa diambil sebuah kesimpulan terhadap keberadaan sampah plastik itu kalau hanya dilakukan di bagian hilir sungai saja,” ujar Ketua Yayasan Kelola Sampah Indonesia (Yaksindo), Nara Ahirullah.

Menurutnya, audit yang benar itu tidak hanya dilakukan di bagian hilir sungai saja, tapi juga di bagian tengah dan hulu sungai. Dia mengatakan hulu itu di pabrik, tengah itu ada di masyarakat.

Ilustrasi sampah plastik. (Pixabay/Matthew Gollop)
Ilustrasi sampah plastik. (Pixabay/Matthew Gollop)

“Kalau mereka memang mau mengaudit, audit yang benar itu harus dilakukan menyeluruh. Jadi, harus dilihat dari pabrik itu keluar produknya misalnya 10 ribu pieces, kemudian di tengah atau di tingkat penjualan di masyarakat misalnya ada 5.000 pieces dan yang ditemukan di sungai misalnya ada 2.000 pieces, itu berarti yang 2.000 pieces inilah yang seharusnya yang dinilai tidak terkelola dengan baik sehingga jatuh ke badan air ke sungai,” tuturnya dalam keterangannya. 

Sementara, lanjutnya, pada audit sampah yang dilakukan Sungai Watch itu adalah hanya pengumpulan atau perhitungan di bagian hilir sungainya saja. Misalnya ditemukan ada 2.000 kemasan yang menjadi sampah. Sementara, yang keluar dari pabrik sebanyak 10 ribu kemasan.

“Hal-hal seperti itu justru bisa dipakai oleh produsen polutan untuk berasumsi bahwa 8.000 kemasannya sudah terkelola dengan baik. Itu kan tidak fair. Padahal mungkin saja pengelolaan sampah mereka justru lebih buruk dari yang sampah-sampahnya banyak terjaring. Tapi, karena yang dihitung hanya di hilir sungai saja, seolah-olah sampah mereka dikelola dengan baik,” ucapnya.

Dia menuturkan bahwa audit sampah yang didasarkan dari penjaringan yang dilakukan di bagian hilir sungai juga tidak selalu konsisten. Apalagi, lanjutnya, sampah-sampah plastik yang mereka tracking itu dihitung berdasarkan rata-rata dari panjangnya sungai.

“Berarti, kalau ditemukan 2.000 pieces sampah plastik tertentu, kemudian sungai ini panjangnya misalnya 10 kilometer dan dirata-ratakan per kilometernya kan 200 pieces sampah. Nah, terus mereka berasumsi bahwa setiap ada sungai, per kilometernya pasti ada sampah tersebut sebanyak 200 pieces. Ini kan nggak fair,” tandasnya.

Dia pun melihat audit-audit sampah seperti ini seringkali digunakan para produsen polutan tertentu sebagai greenwashing. “Ini tidak adil bagi para peodusen yang memang benar-benar mengelola sampah mereka dengan baik,” tukasnya.

Baca Juga: Viral Maling Buang 41 iPhone ke Sungai Gegara Takut Dilacak Bikin Ngakak: Harusnya Bagi Tetangga Biar Jaga Rahasia!

Jadi, menurutnya, yang terpenting itu adalah edukasi mengenai pengelolaan sampah ke masyarakat. Hal itu penting setiap saat dilakukan ke masyarakat supaya mereka mau mengelola sampah yang mereka gunakan.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI