Suara.com - Baru-baru ini viral kasus perundungan di sebuah sekolah internasional di area BSD, Tangerang Selatan. Dari kabar yang bereda, kasus ini diduga melibatkan putra Vincent Rompies, Legolas. Laporan tersebut telah didaftarkan di Polres Metro Tangerang Selatan.
"Laporan sudah masuk ke Unit PPA," kata Humas Polres Metro Tangerang Selatan, Iptu Wendi saat dikonfirmasi wartawan, Senin (19/2/2024).
Saat ini penyelidikan telah dimulai oleh polisi dengan memeriksa Tempat Kejadian Perkara (TKP) di Serpong Park, yang disebut sebagai lokasi perundungan. Sebelumnya, beredar kabar mengenai perundungan di salah satu sekolah internasional di BSD, Tangerang sejak Minggu (18/2/2024).
Dalam informasi yang tersebar di media sosial X, disebutkan bahwa seorang siswa SMA telah diserang oleh sekelompok senior hingga harus dirawat di rumah sakit.
Baca Juga: Kasus Perundungan yang Diduga Libatkan Putra Vincent Rompies Sudah Ditangani Polisi
"Peristiwa perundungan terjadi di SMA Binus International BSD. Seorang siswa dipukuli oleh sejumlah senior hingga harus dirawat di rumah sakit," demikian bunyi tulisan yang diunggah oleh akun @BosPurwa.
Akun tersebut juga menyebutkan bahwa sebagian besar pelaku perundungan berasal dari keluarga publik figur, di antaranya seorang artis. "Mereka adalah anak-anak selebriti," ujar pemilik akun.
Pemilik akun tersebut juga memposting sejumlah foto sebagai bukti, termasuk tangkapan layar kronologi kejadian, foto kelompok remaja yang diduga sebagai pelaku dengan wajah disamarkan, serta foto seseorang yang diduga sebagai korban sedang menjalani perawatan di rumah sakit.
Menariknya, salah satu pengguna X juga menyinggung nama Legolas, putra Vincent Rompies, dalam kasus tersebut, dengan menuduhnya sebagai salah satu pelaku pengeroyokan. Pemilik akun @Erik*** tersebut mengklaim bahwa Legolas turut bertanggung jawab atas peristiwa tersebut.
Lantas, bisakah anak pelaku bullying dipenjara?
Baca Juga: Kronologi Dugaan Bullying di Sekolah Elite Serpong, Anak Vincent Rompies Terseret: Cuma Pemanasan!
Seperti diketahui, berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak menyatakan bahwa anak adalah individu yang belum mencapai usia 18 tahun, termasuk yang masih dalam kandungan, dan mereka memiliki hak serta perlindungan khusus di bawah hukum karena dianggap belum memiliki kapasitas penuh dan tanggung jawab atas tindakan mereka.
Anak yang melakukan tindak pidana tidak dikenakan status tersangka atau terdakwa, melainkan sebagai anak yang berurusan dengan hukum (ABH), yang penanganannya tidak melibatkan hukuman penjara tetapi berfokus pada diversi, pembinaan, atau rehabilitasi.
Diversi adalah penyelesaian di luar pengadilan yang melibatkan pihak-pihak terkait, sementara pembinaan dan rehabilitasi bertujuan memperbaiki kondisi fisik, mental, dan sosial anak yang terpengaruh oleh penyalahgunaan zat adiktif.
Perundungan dapat dianggap sebagai tindak pidana jika memenuhi unsur-unsur tertentu, seperti penganiayaan, penghinaan, pencemaran nama baik, perbuatan tidak menyenangkan, dan ujaran kebencian, dengan ancaman pidana sesuai Pasal-pasal yang berlaku.
Penanganan kasus perundungan oleh anak di bawah umur harus mematuhi prinsip-prinsip perlindungan anak, termasuk prinsip kepentingan terbaik bagi anak, nondiskriminasi, partisipasi, dan perlindungan.
Langkah-langkah penanganannya meliputi pelaporan, diversi dengan melibatkan pihak-pihak terkait, kemungkinan proses pengadilan anak, dan kemungkinan pembinaan atau rehabilitasi sesuai kebutuhan anak yang bersangkutan.