Suara.com - Pernyataan kontroversial Connie Bakrie yang menyebutkan rencana masa jabatan Presiden RI menarik perhatian pengamat politik. Dalam sebuah video yang viral, Connie menyatakan bahwa Prabowo Subianto akan menjabat sebagai Presiden RI selama dua tahun, diikuti oleh Gibran.
Pernyataan ini memunculkan rasa ingin tahu terhadap identitas Connie R Bakrie. Kontroversi ini terjadi saat Connie Rahakundini Bakrie menjadi pembicara dalam acara diskusi yang dihadiri oleh Rosan Roeslani, Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo Subianto - Gibran.
Connie mengungkapkan bahwa jika Prabowo Subianto menang dalam Pilpres 2024, ia akan menjadi Presiden RI selama dua tahun, sementara sisa masa jabatan akan diisi oleh Gibran Rakabuming Raka.
Pernyataan itu membuat banyak orang penasaran dengan sosok Connie dan juga siapa orangtuanya.
Baca Juga: Kenapa Prabowo Subianto Cerai dengan Titiek Soeharto? Kini Bahas soal Kemungkinan Rujuk
Seperti diketahui, orang tua Connie adalah Bakrie Arbie yang merupakan mantan ahli nuklir Indonesia. Ibundanya Ani Sekamingsih berprofesi sebagai penulis, ahli tarot dan fotografer dari Tasikmalaya, Jawa Barat.
Ani Sekarningsih, seorang penulis sastra, sering menggunakan nama alias Puthu Swasti saat masih gadis. Setelah menikah, ia juga menggunakan nama Ani Bakri Arbie. Ani lahir di Tasikmalaya pada tanggal 27 Oktober 1940 dari pasangan Raden Odjoh Ardiwinata, seorang tokoh dalam bidang Perikanan Darat, dan Sofia Lasambouw. Ani mengalami masa pengungsian di sekitar Magelang selama perang kemerdekaan dan kemudian tinggal di pedesaan Tanjungsari, Sumedang, Jawa Barat.
Ani menyelesaikan pendidikan di SMA I Bandung. Ayahnya, yang mahir dalam bahasa Belanda, Jerman, Perancis, dan Inggris, memperkenalkan Ani pada sastra dunia sejak usia dini. Guru bahasa Indonesia Ani juga memberinya motivasi untuk menulis puisi sejak ia masih duduk di bangku sekolah Rakyat (sekarang SD). Ani mulai menulis puisi untuk majalah anak-anak Kunang-Kunang dan juga mengisi Ruang Kuntum Mekar di RRI Jakarta.
Selama SMP-SMA, Ani telah menulis cerpen, sajak, dan artikel untuk media massa di Bandung, Jakarta, Yogyakarta, dan Surabaya. Namun, kegiatan menulisnya sempat terhenti karena kesibukannya dalam mengasuh tiga anaknya. Pada tahun 1986, Ani menjadi salah satu pendiri Yayasan Asmat bersama dengan M. Kharis Suhud, mantan Ketua DPR/MPR, Drs. Muchrodji, Drs. Mashud Wisnoesapoetra, dan Ir. Syarif Tando. Ani masih aktif sebagai pengurus yayasan tersebut hingga sekarang.
Ani juga pernah menjadi Wakil Ketua II di Wanita Penulis Indonesia, serta terlibat dalam Himpunan Pengarang, AKSARA, dan sebagai sekretaris ORARI Cibeunying, Bandung. Ia menulis karya-karyanya untuk berbagai media, termasuk Majalah Kartini dan Sarinah. Pengalamannya di pedalaman Papua, terutama di Asmat, membangkitkan kreativitasnya. Ani menerima penghargaan Anugerah Citra Kartini 2000 atas dedikasinya dalam masalah pendidikan perempuan di Asmat.
Beberapa karyanya yang telah diterbitkan antara lain adalah "Namaku Teweraut" (Yayasan Obor, 2000) dan "Osakat, Anak Asmat" (Balai Pustaka, 1996). Selain itu, ia juga menjadi salah satu penulis dalam buku "Rumah Susun".