Suara.com - Film dokumenter “Dirty Vote” menggegerkan publik di tengah masa tenang pra pemungutan suara Pemilu 2024. Diketahui video tersebut diunggah oleh kanal YouTube Dirty Vote pada 11 Februari 2024.
“Bagaimana Desain Kecurangan Pemilu 2024 Dirancang. Tiga Ahli Hukum Tata Negara mengungkap desain kecurangan Pemilu 2024,” begitulah deskripsi dari videonya.
Hingga Rabu (14/2/2024) siang, video tersebut telah ditonton lebih dari 8,2 juta kali. Film yang sama tampak juga diunggah di kanal YouTube eks Ketua KPK Abraham Samad dan telah ditonton lebih dari 1,5 juta kali.
Tingginya jumlah penonton tentu membuat film dokumenter yang dibintangi Zainal Arifin Mochtar, Feri Amsari, dan Bivitri Susanti itu tak henti menjadi perbincangan publik.
Baca Juga: Lawakan Receh Bio Paulin Soal Pemilu 2024: Mau Nyoblos Susah, TPS Dijaga Abanda Herman
Dilihat di Social Blade, kanal YouTube Dirty Vote dengan 138 ribu pelanggan ini dibuat 9 Februari 2024.
Menilik data per Selasa (13/2/2024), hanya dalam sehari, Dirty Vote bisa mendapatkan tambahan nyaris 42 ribu pelanggan baru. Dalam sehari juga, film tersebut mendapat tambahan penonton sebanyak 3,79 juta.
Dengan pencapaian tersebut, Social Blade memperkirakan kanal YouTube Dirty Vote berpotensi mendapatkan penghasilan antara USD1.700-26.900 dalam sebulan, atau kurang lebih setara dengan Rp26,7 juta sampai Rp422 juta.
Meski berpeluang meraup untung, Dirty Vote tidak dimonetisasi seperti karya sebelumnya.
Hal itu disampaikan Dandhy Laksono kepada Suara.com.
Baca Juga: Habib Rizieq Nyoblos Terakhir di TPS 47 Petamburan, Ini Pesannya Soal Pemilu
"Seperti film Sexy Killers (2009), film Dirty Vote (2024) juga tidak dimonetisasi," kata Dandhy Laksono dikutip Suara.com, Minggu (24/3/2024).
Di sisi lain, muatan film dokumenter “Dirty Vote” terus menuai kontroversi. Film dokumenter ini menambah panjang daftar karya kontroversial Dandhy Dwi Laksono yang sebelumnya pernah membuat Sexy Killers jelang Pemilu 2019.
Beberapa hal disinggung di film berdurasi nyaris 2 jam tersebut, misalnya saja soal penunjukan Bey Machmudin yang diklaim sebagai orang dekat Istana Negara sebagai Penjabat (Pj) Gubernur Jawa Barat.
Namun, film menggegerkan itu rupanya belum sempat ditonton oleh Presiden Joko Widodo, sebagaimana disampaikannya ke hadapan awak media pasca pemungutan suara di TPS 10 Gambir, Jakarta Pusat.
“Belum,” tutur Jokowi dengan singkat.
Kata Produser Soal Kanal Dirty Vote
Sementara itu produser film Dirty Vote, Joni Aswira, menegaskan bahwa sejak awal pihaknya sengaja menggunakan kanal YouTube baru yang tidak terafiliasi dengan media maupun lembaga tertentu untuk mengunggah film Dirty Vote.
Saat ini, kanal Dirty Vote telah tergabung dalam Program Partner YouTube sebagai upaya untuk menjaga reputasi sekaligus mencegahnya menjadi residu digital di kemudian hari.
Sayangnya, upaya tersebut menemui beragam kendala, termasuk diduga tidak mendapatkan dukungan dari platform lantaran dianggap menyalahi pedoman komunitas.
“Sudah kuajukan berkali-kali surat ke platform, bahkan meminta tolong lembaga yang concern ke isu digital selama ini, menjembatani kami ke YouTube, nggak ada respons. Sementara dia katanya mendukung demokratisasi konten, mendukung kebebasan sipil,” ungkap Joni kepada Suara.com, Minggu (24/3/2024).
“Kami menduga channel kami ini sudah mengalami report massal oleh orang-orang yang tidak nyaman, sehingga kami menduga algoritma ini sudah mengunci keyword-keyword yang terkait dengan Dirty Vote,” imbuhnya.
Joni menyayangkan sikap dari platform yang diduga kurang mendukung perkembangan kanal Dirty Vote, meski substansinya sangat diapresiasi, bahkan sampai ke kancah internasional. Padahal kanal Dirty Vote masih mempunyai banyak misi sosial dan edukatif lain ke depannya.
Catatan Redaksi: artikel ini sudah mengalami perbaikan. Sebelumnya terdapat kesalahan dengan menaksir pendapatan film Dirty Vote, sementara pada kenyataannya film tidak dimonetisasi. Atas kesalahan tersebut, redaksi meminta maaf.