Suara.com - Ayu Ting Ting turut memeriahkan hari pencoblosan Pemilu 2024 yang jatuh pada Rabu (14/2). Penampilan istri calon Muhammad Fardana itu juga menjadi sorotan utama.
Dalam suasana pesta demokrasi ini, Ayu Ting Ting ikut memberikan suaranya di tempat pemungutan suara (TPS) yang berdekatan dengan rumahnya di wilayah Depok, Jawa Barat.
Dia tidak datang sendirian, Ayu Ting Ting datang bersama kedua orang tua dan adiknya. Meskipun putrinya, Bilqis Khumairah Razak, turut serta ke TPS, namun karena masih di bawah umur, dia tidak melakukan pencoblosan.
Meski demikian, ternyata calon suaminya Muhammad Fardana tidak bisa ikut memilih dalam Pemilu 2024. Ini karena Muhammad Fardana merupakan merupakan anggota dari kesatuan Yonif Raider Kostrad 509 Jember berpangkat Letnan Satu (Lettu).
Baca Juga: Tenda TPS Di Dekat Istana Ambruk Diterjang Hujan, Sejumlah Kotak Suara Rusak
Seperti dikutip dari situs Badan Pengawas Pemilihan Umum , Anggota Bawaslu Puadi mengatakan sebagai institusi negara yang bertugas menjaga keamanan, ketertiban serta pertahanan dan kedaulatan negara, maka TNI dan Polri harus berdiri di atas kepentingan nasional.
“Netralitas anggota TNI dan Polri mutlak diperlukan guna menciptakan Pemilu yang damai dan bahagia. Dalam suasana pesta demokrasi, tugas utama TNI dan Polri adalah memastikan bahwa pemilu berjalan dengan aman, damai dan adil tanpa intervensi politik kekuasaan. Sebagai institusi negara, TNI dan Polri harus berdiri di atas kepentingan nasional, bukan di atas kepentingan partai politik atau kelompok tertentu,” katanya.
Dia menjelaskan,ada beberapa norma hukum yang secara eksplisit mengatur netralitas anggota TNI dan Polri dalam konteks pemilu dan pemilihan (pilkada).
“Pertama anggota TNI dan Polri diharuskan mengundurkan diri apabila mencalonkan diri sebagai calon presiden, calon wakil presiden, calon anggota DPR, calon anggota DPD, atau calon anggota DPRD, dan calon gubernur, calon wakil gubernur, calon bupati, calon wakil bupati, calon walikota, dan calon wakil walikota. Anggota Anggota TNI dan Polri juga tidak menggunakan haknya untuk memilih sesuai keentuan Pasal 200 UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017,” jelas dia.
Dia menambahkan, anggota TNI dan Polri juga dilarang ikut sebagai pelaksana dan tim kampanye yang diatur dalam Pasal 280 ayat [3] UU Pemilu 7/2017. “Juga dilarang melakukan tindakan yang menguntungkan atau merugikan peserta pemilu, pelaksana dan tim kampanye sesuai Pasal 306 UU Pemilu dan Pasal 71 ayat (1) UU Pemilihan Nomor 10 Tahun 2016,” tunjuk mantan Anggota Bawaslu Provinsi DKI Jakarta tersebut.
Baca Juga: Calon Ibu Persit, Ayu Ting Ting Nyoblos Pakai Sandal Teplek Seharga Motor
Lelaki kelahiran Bekasi, 4 Januari 1974 itu menegaskan, Bawaslu diberikan wewenang untuk melakukan penindakan apabila terdapat pelanggaran terhadap ketentuan UU Pemilu. Namun, dia menimpali, perannya hanya sebagai “pintu masuk” atas penanganan temuan atau laporan dugaan pelanggaran pemilu, yang akhirnya meneruskannya kepada instansi lain yang berwenang, seperti kepada KPU jika itu terkait dengan pelanggaran adminsitratif atau kepada penyidik kepolisian jika itu terkait dengan tindak pidana pemilu.
“Demikian halnya dengan pelanggaran netralitas TNI dan Polri, manakala terdapat dugaan pelanggaran netralitas anggota TNI dan anggota Polri, tentu bukan wewenang Bawaslu untuk menindaknya, melainkan meneruskannya kepada instansi TNI dan Polri untuk melakukan penindakan,” jelas kandidat doktor ilmu politik dari Universitas Nasional ini.
Puadi menyatakan, TNI dan Polri memiliki kedudukan yang strategis dalam setiap kontestasi politik lima tahunan. TNI dan Polri, lanjutnya, selain bertugas sebagai garda terdepan dalam menjaga keamanan dan ketertiban selama pemilu, penting untuk memastikan bahwa anggota TNI dan Polri tetap netral dan menjaga netralitas mereka dengan ketat dalam mendukung kelancaran proses demokrasi.
“Netralitas TNI dan Polri membantu memastikan bahwa pemilu berlangsung tanpa intervensi militer atau polisi yang dapat mengganggu proses pemilihan. Ini penting untuk menjaga keadilan dan integritas pemilu. Mencegah Kekerasan Politik: Ketika TNI dan Polri netral, mereka dapat mencegah dan menangani kekerasan politik atau ketegangan yang mungkin terjadi selama pemilu. Ini membantu menjaga stabilitas dan keamanan selama proses pemilu,” tutupnya.