Suara.com - Pada pemilu 2024 yang akan berlangsung Rabu (14/2/2024), mayoritas pemilih akan mendapat 5 surat suara yang berbeda, kecuali mereka yang berdomisili di DKI Jakarta hanya mendapat 4 surat suara.
Apa saja 5 surat suara yang akan didapat? Berikut rinciannya, melansir situs resmi Kabupaten Kendal, Selasa (13/2/2024):
- Surat suara Presiden dan Wakil Presiden warna abu-abu
- Surat suara Dewan Perwakilan Daerah (DPD) warna merah
- Surat suara DPR warna kuning
- Surat suara DPRD Provinsi warna biru
- Surat suara DPRD Kabupaten/Kota warna hijau
Tidak hanya memiliki perbedaan warna, kelima surat suara ini juga memiliki cara pencoblosan yang berbeda.
Yuk, cari tahu cara coblos kelima surat suara tersebut supaya nggak salah saat berada di TPS. Ini dia penjelasannya, mengutip konten @rumah pemilu:
Baca Juga: 100 Tahanan Bakal Nyoblos di Rutan Bareskrim Besok, Mekanismenya Sudah Disosialisasikan
1. Cara coblos surat suara presiden-wakil presiden
Dari 3 calon yang ada, pemilih harus mencoblos salah satu paslon di dalam kotak. Setelah itu, lipat kembali surat suara seperti semula dan masukkan ke dalam kotak suara.
2. Cara coblos surat suara DPD, DPR, DPRD provinsi dan kabupaten/kota
Tidak perlu mencari nama caleg tertentu dalam surat suara ini, karena yang diperlukan hanyalah mencoblos salah satu partai atau salah satu caleg pilihanmu. Setelah itu, lipat kembali surat suara dan masukkan ke dalam kotak suara.
Namun, kalau kamu sudah punya caleg pilihan, kamu bisa mencoblos di bagian partai dan nama calegnya. Suaramu akan tetap sah selama masih dalam pilihan partai yang sama. Dengan cara ini, suaramu akan diberikan kepada satu caleg pilihanmu.
Baca Juga: 5 Ide OOTD ke TPS Buat Nyoblos Pemilu ala Artis, Cocok Buat yang Berhijab Juga
Lalu, bolehkan mencoblos lebih dari satu caleg dalam satu partai? Hal itu ternyata juga sah dilakukan, tapi suaramu akan diberikan satu ke partai.
Meski demikian, pihak rumah pemilu tidak menyarankan pemilih untuk mencoblos 2 caleg dalam satu partai, karena rentan dianggap tidak sah karena petugas TPS (KPPS) menyalahartikannya.
"Salah satunya disebabkan oleh petugas TPS (KPPS) yang salah mengartikan suara sah atau tidak sah. Kemungkinannya, tidak semua petugas TPS punya pemahaman yang baik," tulis @rumahpemilu.