Suara.com - Kebijakan pelarangan angkutan logistik pada saat hari-hari besar keagamaan seperti Lebaran, Natal, dan Imlek, dapat menyebabkan berhentinya aktivitas rantai pasok dari hulu ke hilir, dengan kerugian mencapai triliunan rupiah per hari.
Pakar Logistik dari Universitas Logistik dan Bisnis Internasional (ULBI), Agus Purnomo, menekankan bahwa kebijakan ini tidak hanya merugikan industri atau produsen barang, tetapi juga memengaruhi supplier, manufaktur, perusahaan logistik, dan masyarakat sebagai konsumen.
Agus memberikan contoh dari industri sepatu. Proses pembuatan sepatu melibatkan banyak tahapan, dimulai dari petani karet hingga bahan mentah yang diolah menjadi bahan sepatu. Semua tahapan ini memerlukan transportasi dari perusahaan logistik.
Demikian pula, perusahaan makanan dan minuman seperti perusahaan air minum dalam kemasan (AMDK), membutuhkan angkutan logistik dari pabrik ke gudang penyimpanan dan konsumen. Pelarangan angkutan logistik ini juga mengakibatkan menumpuknya barang di gudang, meningkatnya biaya inventaris, dan kerugian bagi perusahaan karena hilangnya kesempatan untuk menjual barang.
Baca Juga: Jangan Kelewatan! Ini Promo 8.8 Makanan dan Minuman yang Bisa Diserbu Sekarang
“Jadi, jika diberlakukan pelarangan, otomatis produk air-air galon yang ada di pabrik tidak bisa diangkut, begitu juga yang ada di gudang tidak bisa dikirim ke para konsumen,” katanya.
Selain itu, katanya, barang-barang yang mau dikirim juga menumpuk di gudang. Akibatnya, manufaktur menjadi rugi. “Kenapa? Karena dia hilang kesempatan untuk menjual barang. Begitu juga barang yang disimpan di gudang juga inventory cost-nya jadi meningkat. Jumlah barang di channel distribution juga kosong, akibatnya perusahaan mengalami kerugian,” ungkapnya.
Akibatnya, lanjut Agus, customer saat mau membeli barang tidak ada. Customer juga rugi. Pemerintah juga rugi karena kehilangan pajak dari aktivitas logistik. “Jadi, rantai pasok ini rugi semua dari hulu sampai ke hilir. Kenapa? Karena ada satu kegiatan yang mengalirkan barang ini berhenti, bukan hanya dari supplier sampai ke customer, tapi ada aliran balik yang kita sebut sebagai reverse logistic juga berhenti,” pungkasnya.
Ketidakmampuan memindahkan barang juga berdampak pada customer yang tidak dapat membeli barang, menyebabkan kerugian bagi pemerintah karena kehilangan pajak, serta menghentikan aliran balik dalam rantai pasok yang disebut reverse logistics.
Agus menyarankan agar angkutan logistik tetap diizinkan beroperasi dengan pengaturan waktu tertentu, seperti operasi pada malam hari atau menggunakan jalan non-tol jika jalan tol terlalu padat.
Baca Juga: Pekerja Rokok Tembakau Makanan dan Minuman Ramai-ramai Tolak Revisi PP 109/2012