Suara.com - Sosok dosen Fakultas Hukum Universitas Andalas (Unand) yang juga merupakan pakar hukum, Feri Amsari kini sedang ramai diperbincangkan publik seiring dengan viralnya film dokumenter Dirty Vote.
Usai sempat menyebut bahwa Presiden Jokowi bisa dimakzulkan karena banyaknya pelanggaran hukum yang terjadi pada tatanan negara, kini Feri pun muncul dalam film dokomenter Dirty Note yang disutradarai Dandhy Dwi Laksono dan diunggah di kanal Youtube Dirty Note pada Minggu (11/02/2024) kemarin.
Dalam film tersebut, Feri pun berperan sebagai salah satu dari tiga ahli hukum tata negara yang mengungkap pandangan serta kritik mereka tentang praktik demokrasi yang kini diselewengkan oleh pemerintahan RI yang sedang berkuasa.
Film yang kini sudah mencapai 3 juta penonton di Youtube pun satu per satu mengupas soal instrumen hukum yang digunakan oleh para penguasa hingga menimbulkan kekacauan di tatanan negara Republik Indonesia saat ini.
Baca Juga: Masa Tenang Dimulai! Pahami Aturan dan Hindari 3 Hal Ini Agar Tak Kena Denda Rp 12 Juta!
Terlebih lagi, Feri beserta dua orang ahli hukum lainnya yaitu Bivitri Susanti dan Zainal Arifin Mochtar menyoroti kondisi menuju pemilihan presiden yang akan dilaksanakan pada Rabu (14/02/2024) ini menjaid keadaan darurat demokrasi.
Feri pun mengawali penjelasan dan kajiannya dengan mengungkap tujuan keterlibatannya dalam film Dirty Note ini.
"Selain karena diajak (terlibat dalam film Dirty Note) oleh figur-figur yang saya hormati, tentu saja film ini dianggap akan mampu mendidik publik betapa curangnya pemilu kita dan bagaimana politisi telah mempermainkan publik pemilih hanya untuk memenangkan kepentingan mereka," ucap dosen Ilmu Hukum Unand ini.
Ia pun juga mengungkap bahwa film Dirty Note ini dibuat demi kepentingan dan kemenangan rakyat atas pesta demokrasi yang kini malah dibumbui dengan kecurangan dari para pemangku jabatan.
Feri Amsari sendiri menjadi salah satu pakar hukum yang kerap mengkritik keras dunia politik di Indonesia yang dianggapnya menyeleweng. Ia juga aktif dalam bersuara di media sosial hingga akhirnya terlibat dalam pembuatan film Dirty Note yang trending saat ini.
Baca Juga: Ogah Santai-santai Di Masa Tenang, Gibran Hari Ini Blusukan Lalu Sowan Ke Kiai Kondang Blitar
Lalu, seperti apa sosok dan sepak terjang seorang Feri Amsari di bidang hukum? Simak inilah profil Feri Amsari selengkapnya.
Profil Feri Amsari
Pria berdarah Minang yang lahir di Padang, 2 Oktober 1980 ini merupakan alumni dari Fakultas Hukum Universitas Andalas (Unand) tahun 2004. Sejak masih berkuliah di Unand, Feri pun termasuk mahasiswa aktif dan berprestasi.
Ia pun pernah memenangkan Juara II Lomba Karya Tulis Ilmiah Mahasiswa Tingkat Universitas Andalas. Ia juga pernah menjabat sebagai Ketua Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM) sekaligus Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Hukum Unand sejak tahun 2000 hingga tahun 2003.
Selain sebagai petinggi organisasi mahasiswa, Feri pun juga aktif sebagai wartawan mahasiswa dan menjadi salah satu Dewan Redaksi Buletin Gema Justisia Fakultas Hukum Unand.
Feri juga pernah menjabat sebagai Ketua Unit Kegiatan Mahasiswa Pengenalan Hukum dan Politik (UKM PHP) Unand pada tahun 2003 hingga 2004. Ia pun berhasil lulus dari Unand di tahun 2004 dengan peminatan hukum tata negara.
Ia pun melanjutkan pendidikan magisternya di kampus yang sama dan berhasil meraih gelar magister hukum. Kegigihan Feri untuk mendalami ilmu hukum juga dilakukannya dengan menempuh studi perbandingan hukum Amerika dan Asia di William and Mary Law School, Virginia, Amerika Serikat dan berhasil meraih gelar LL.M.
Rekam jejak karir Feri Amsari
Saat ini, Feri pun dikenal sebagai salah satu pakar hukum tata negara serta akademisi di Universitas Andalas.
Feri pun juga merupakan Direktur Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas periode 2017 - 2023.
Ia pun menjadi penulis dari beberapa buku kajian hukum, seperti Hukum Acara Mahkamah Konstitusi (Sekjen dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI)rilis tahun 2009, Membangun Indonesia dari Daerah-Partisipasi Publik dan Politik Anggaran Daerah (Jica-CSIS, tahun 2007), Pemilu Serentak rilis tahun 2014, dan Proses Seleksi Hakim rilis tahun 2015.
Selain aktif sebagai pengamat hukum, Feri pun juga aktif mempublikasikan jurnal dan artikel hukumnya di berbagai media massa.
Kini, Feri pun aktif menyuarakan pendapatnya soal jalannya proses hukum di pemerintahan Indonesia. Ia pun juga kerap mengkritik kebijakan publik, terlebih lagi jelang pilpres 2024 yang kerap menuai kontroversi di masyarakat.
Kontributor : Dea Nabila