Bivitri pun dikenal sebagai pakar hukum yang juga banyak terlibat dalam pengkajian hukum dengan proses perumusan hingga konsep hukum dengan tujuan menggaungkan reformasi.
Bivitri pun pernah tergabung dengan Koalisi Konstitusi Baru tahun 1999-2002, tim publikasi dan kepenulisan Cetak Biru Pembaruan Peradilan, tercatat sebagai Tenaga Ahli untuk Tim Pembaruan Kejaksaan di tahun 2005 hingga 2007, dan menjabat sebagai Tenaga Ahli untuk Dewan Perwakilan Daerah tahun 2007 hingga 2009.
Bivitri juga banyak terlibat dalam publikasi tulisan kajian hukum tata negara yang kini menjadi referensi konsep dasar pembaruan hukum.
Selain berperan sebagai pengamat hukum, Bivitri juga merupakan seorang akademisi dan berprofesi sebagai pengajar di Sekolah Tinggi Hukum (STH) Indonesia Jentera sekaligus Wakil Ketua I Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentera.
Tak hanya itu, Bivitri yang juga merupakan konsultan hukum internasional juga pernah terpilih sebagai research fellow di Harvard Kennedy School of Government di tahun 2013-2014.
Ia juga menjadi salah satu visiting fellow di Australian National University, School of Regulation and Global Governance pada tahun 2016 untuk studi banding kajian hukum dengan para ahli hukum di Australia.
Bivitri juga pernah menjadi visiting professor di University of Tokyo, Jepang pada tahun 2018 dalam rangka penyelesaian penelitian tahap pendidikan doktoralnya.
Ia pun termasuk ahli hukum tata negara yang berprestasi. Di tahun 2018, Bivitri berhasil menjadi penerima Anugerah Konstitusi M. Yamin dari Pusat Studi Konstitusi Universitas Andalas dan Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara-Hukum Administrasi Negara (APHTN-HAN) sebagai Pemikir Muda Hukum Tata Negara pada tahun 2018.
Bivitri pun pernah menjadi salah satu tim Panelis dalam debat Pilpres 2019 lalu. Baru-baru ini, Bivitri pun juga sempat mengeluarkan pernyataan kontroversial tentang pemakzulan Jokowi lantaran sikap Jokowi yang dianggap melanggar asas demokrasi.
Baca Juga: Siapa 3 Ahli Hukum Tata Negara yang Bongkar Praktik Kecurangan Pemilu 2024?
Tak hanya itu, Bivitri pun banyak mengamati pelanggaran yang terjadi di rezim pemerintahan Jokowi sehingga membuatnya berani terlibat dalam film dokumenter Dirty Vote tersebut.