Suara.com - Film dokumenter Dirty Vote yang disutradarai oleh Dandhy Dwi Laksono mendadak jadi trending di Youtube sejak dirilis pada Minggu (11/02/2024) kemarin.
Film yang menceritakan tentang pandangan dari tiga orang ahli hukum tata negara mengenai instrumen kekuasaan yang dilakukan pemerintahan saat ini demi kepentingan kelompok membuat banyak orang penasaran dengan latar belakang pelanggaran hukum yang kini marak terjadi hingga melibatkan para pejabat negara.
Tak hanya itu, film ini pun juga mengupas tuntas soal praktik rezim yang kini meresahkan masyarakat Indonesia dan asas demokrasi seolah diremehkan.
Salah satu ahli hukum yang terlibat ialah sosok Bivitri Susanti. Srikandi ahli hukum yang juga merupakan pendiri Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) ini menjadi salah satu dari tiga orang ahli hukum yang mendalangi film dokumenter Dirty Vote ini demi menguak fakta kecurangan pemerintahan saat ini melalui analisa sesuai hukum tata negara.
Baca Juga: Siapa 3 Ahli Hukum Tata Negara yang Bongkar Praktik Kecurangan Pemilu 2024?
Bivitri pun memulai penjelasannya dengan menyebutkan alasan keterlibatannya dalam film Dirty Vote ini.
"Saya mau terlibat dalam film ini, karena akan banyak orang yang makin bahwa memang telah terjadi kecurangan yang luar biasa, sehingga pemilu ini tidak bisa dianggap baik-baik saja," ucap Bivitri di detik detik awal film Dirty Vote.
Sosok Bivitri sendiri cukup lekat dengan hukum tata negara dan telah berkecimpung di dunia hukum sejak 25 tahun yang lalu. Pasca lulus dari Fakultas Hukum Universitas Indonesia tahun 1998 silam, Bivitri pun mulai mendalami praktik ilmu hukum hingga menjadi salah satu pakar hukum tata negara Indonesia saat ini.
Lalu, seperti apa sosok Bivitri Susanti sebenarnya? Simak inilah profil Bivitri selengkapnya.
Bivitri Susanti, S.H., LL.M merupakan pakar dan pengamat hukum tata negara yang telah terjun di dunia hukum sejak 25 tahun yang lalu. Pasca lulus dari Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI) di tahun 1998, Bivitri bersama rekan rekannya pun mendirikan Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) yang merupakan suatu wadah untuk penelitian dan advokasi reformasi hukum dan terfokus pada legislasi dan peradilan.
Baca Juga: Film Dirty Vote Singgung Salam 4 Jari, Apa Artinya?
Bivitri pun melanjutkan pendidikan magisternya di University of Warwick Inggris dan berhasil lulus pada tahun 2002 dengan gelar Master of Laws (LL.M) dengan beasiswa dari The British Chevening Award. Saat ini, Bivitri pun diketahui masih menyelesaikan pendidikan doktoralnya di University of Washington School of Law, Amerika Serikat.
Bivitri pun dikenal sebagai pakar hukum yang juga banyak terlibat dalam pengkajian hukum dengan proses perumusan hingga konsep hukum dengan tujuan menggaungkan reformasi.
Bivitri pun pernah tergabung dengan Koalisi Konstitusi Baru tahun 1999-2002, tim publikasi dan kepenulisan Cetak Biru Pembaruan Peradilan, tercatat sebagai Tenaga Ahli untuk Tim Pembaruan Kejaksaan di tahun 2005 hingga 2007, dan menjabat sebagai Tenaga Ahli untuk Dewan Perwakilan Daerah tahun 2007 hingga 2009.
Bivitri juga banyak terlibat dalam publikasi tulisan kajian hukum tata negara yang kini menjadi referensi konsep dasar pembaruan hukum.
Selain berperan sebagai pengamat hukum, Bivitri juga merupakan seorang akademisi dan berprofesi sebagai pengajar di Sekolah Tinggi Hukum (STH) Indonesia Jentera sekaligus Wakil Ketua I Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentera.
Tak hanya itu, Bivitri yang juga merupakan konsultan hukum internasional juga pernah terpilih sebagai research fellow di Harvard Kennedy School of Government di tahun 2013-2014.
Ia juga menjadi salah satu visiting fellow di Australian National University, School of Regulation and Global Governance pada tahun 2016 untuk studi banding kajian hukum dengan para ahli hukum di Australia.
Bivitri juga pernah menjadi visiting professor di University of Tokyo, Jepang pada tahun 2018 dalam rangka penyelesaian penelitian tahap pendidikan doktoralnya.
Ia pun termasuk ahli hukum tata negara yang berprestasi. Di tahun 2018, Bivitri berhasil menjadi penerima Anugerah Konstitusi M. Yamin dari Pusat Studi Konstitusi Universitas Andalas dan Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara-Hukum Administrasi Negara (APHTN-HAN) sebagai Pemikir Muda Hukum Tata Negara pada tahun 2018.
Bivitri pun pernah menjadi salah satu tim Panelis dalam debat Pilpres 2019 lalu. Baru-baru ini, Bivitri pun juga sempat mengeluarkan pernyataan kontroversial tentang pemakzulan Jokowi lantaran sikap Jokowi yang dianggap melanggar asas demokrasi.
Tak hanya itu, Bivitri pun banyak mengamati pelanggaran yang terjadi di rezim pemerintahan Jokowi sehingga membuatnya berani terlibat dalam film dokumenter Dirty Vote tersebut.
Kontributor : Dea Nabila