Suara.com - Mantan Komisaris Utama Pertamina, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) kembali jadi sorotan usai melontarkan beberapa pernyataan yang dianggap kontroversial. Salah satunya Ahok menyebut sebaiknya ibu kota dipindahkan ke Kalimantan Tengah, bukan ke Kalimantan Timur seperti yang sedang direncanakan.
Menurut Ahok, wacana pemindahan ibu kota ke Kalimantan Tengah sesuai dengan aspirasi Soekarno. Namun, apakah benar Soekarno ingin ibu kota dipindahkan ke Kalimantan Tengah?
Pernyataan Ahok mengenai keinginan Soekarno terjadi dalam dialog Capres Cawapres Pilpres 2024. Saat itu, seorang perempuan lanjut usia 82 tahun menyatakan dukungannya terhadap Prabowo-Gibran karena mereka akan melanjutkan cita-cita Jokowi dalam pemindahan ibu kota ke Kalimantan Timur. Dia juga menyebut bahwa Jokowi melakukan ini untuk mewujudkan cita-cita Soekarno.
Ahok langsung menanggapi dengan menyatakan bahwa sebenarnya ibu kota seharusnya dipindahkan ke Kalimantan Tengah, bukan ke Kalimantan Timur, sesuai dengan keinginan Soekarno.
Baca Juga: Terkuak! Ahok Ditawari Jabatan Menteri Kalau Dukung Prabowo-Gibran, TKN: Itu Halusinasi
Berdasarkan berbagai sumber sejarah, pada tanggal 17 Juli 1957, Presiden Soekarno melakukan penempatan batu pertama pembangunan kota Palangkaraya, Kalimantan Tengah.
Dibangun sebuah monumen setinggi sekitar lima meter dengan gambar guci sebagai maskotnya. Monumen ini diberi nama Dewan Nasional, berlokasi di Museum Balanga, jalan Tjilik Riwut Km 2 Palangkaraya.
Monumen tersebut tetap berdiri hingga saat ini sebagai bukti sejarah bahwa Soekarno memiliki konsep awal untuk menjadikan kota tersebut sebagai ibu kota negara Indonesia.
Monumen tersebut diresmikan oleh Roeslan Abdulgani pada tahun 1958 dan posisinya sejak awal telah menjadi penanda lokasi potensial bagi ibu kota masa depan Indonesia.
Meskipun demikian, cerita bahwa Soekarno merencanakan Palangkaraya sebagai ibu kota masa depan Indonesia diperdebatkan oleh sejarawan JJ Rizal. Menurutnya, Soekarno memang mengunjungi kota tersebut dengan niat tersebut, tetapi rencana itu dibatalkan karena dinilai tidak praktis.
Baca Juga: Ahok Sebut Jokowi dan Gibran Tak Bisa Kerja, Airlangga: Ekonomi Indonesia Buktikan Keberhasilan
Meskipun begitu, Soekarno memang memiliki ide untuk mengurangi beban Jakarta sebagai ibu kota dengan memperluas wajah nasionalisme ke berbagai kota. Palangkaraya adalah salah satu contoh kota yang dipertimbangkan.
Namun, Jakarta tetap dipilih sebagai ibu kota karena tidak ada kota lain yang memiliki identitas nasionalisme seperti Jakarta. Jakarta adalah pusat politik yang tak tergantikan.
Bukti nyata adalah adanya bangunan-bangunan simbolis seperti Monumen Nasional (Monas), Kompleks Senayan dan Gelora Bung Karno, serta Masjid Istiqlal.
Meskipun konsep megapolitan yang digagas Soekarno belum terwujud sepenuhnya, ide tersebut mencakup wilayah hingga Purwakarta di Jawa Barat. Soekarno menggambarkan wilayah sekitar Jakarta dengan banyaknya hutan, kebun, dan lahan pertanian, dengan perbandingan tata ruang 70 persen untuk ruang hijau dan biru, dan 30 persen untuk ruang abu-abu seperti jalan dan bangunan.