Suara.com - Ekonom Senior Indef Faisal Basri mengaku siap berdebat dengan Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan soal hilirisasi. Menurutnya, konsep hilirisasi ala Presiden Jokowi sesat. Ia pun akan mengajak Tom Lembong untuk debat tersebut.
"Konsep (hilirisasi) sangat sesat, saya bisa debat sama Luhut, anda organisir saja. Saya sama Tom Lembong berdua lawan Luhut dengan Seto," kata Faisal Basri saat menghadiri diskusi publik Indef 'Tanggapan Atas Debat Kelima Pilpres' di Jakarta, Senin (5/2/2024).
Sebelumnya, Luhut menilai Tom Lembong berbohong soal anjloknya harga nikel akibat pembangunan smelter di Indonesia termasuk hilirisasi. Hal itu lantas membuat latar pendidikannya dan Faisal Basri disorot. Jika diadu, siapa yang unggul?
Adu Pendidikan Faisal Basri Vs Luhut
Baca Juga: Para Menteri yang Diisukan Mundur Ditakut-takuti Masalah Hukum
Faisal Basri mengenyam pendidikan SD-SMP di tempat kelahirannya, yakni Bandung. Setelah itu, ia melanjutkannya ke SMAN 3 Jakarta dan Universitas Indonesia (UI) Jurusan Ekonomi. Ia pun lulus dengan gelar sarjana pada 1985.
Semasa kuliah, Faisal Basri sering mengikuti berbagai kegiatan mahasiswa di bidang sosial. Terlebih saat itu, di Orde Baru (Orba), sedang terjadi gejolak melawan NKK/BKK membuatnya terus terjun ke sejumlah organisasi.
Faisal mengambil studi Master of Arts (M.A.) in Economics di Vanderbilt University, Amerika Serikat. Ia lulus dari program S2 itu pada 1988. Adapun keponakan Wakil Presiden ke-3 RI Adam Malik ini mulai berkarier pada 1981.
Di mana ia menjadi Junior Research Assistant di Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) dengan gaji Rp 60 ribu. Lalu, pada 1991, Faisal diangkat sebagai Wakil Direktur dan Direktur dua tahun setelahnya.
Tak hanya itu, Faisal Basri juga pernah menjadi Dosen Ekonomi Politik di UI. Ka pun merupakan salah satu dari pendiri Institute for Development of Economics & Finance (INDEF) (1995-2000) bersama sejumlah ekonom senior lain.
Baca Juga: Faisal Basri Nilai Jokowi Presiden Gagal, Ini Alasannya
Sedangkan di bidang pemerintahan, Faisal pernah menjadi anggota Tim 'Perkembangan Perekonomian Dunia' pada Asisten II Menteri Koordinator Bidang EKUIN (1985-1987) dan anggota Tim Asistensi Ekuin Presiden RI (2000).
Di era Jokowi, ia juga pernah dipercaya menjadi Ketua Tim Reformasi Tata Kelola Minyak dan Gas Bumi. Tim Anti Mafia Migas ini bekerja 6 bulan untuk menyelidiki praktik impor BBM di tubuh anak usaha Pertamina, yaitu Petral.
Sementara itu, Luhut pernah belajar di SD Yayasan Cendana milik perusahaan minyak tempat ayahnya bekerja, yakni Caltex. Begitu lulus, ia melanjutkan pendidikannya ke SMP Yayasan Cendana dan SMAN 1 Pekanbaru.
Namun, ia dipindahkan ke SMA Penaburan, Bandung. Adapun saat G30S PKI pecah, Luhut ikut menyuarakan aksinya dalam menentang PKI dan pemerintahan orde lama melalui Kesatuan Aksi Pelajar Indonesia (KAPI).
Baru di tahun 1967, Luhut mendaftarkan diri sebagai prajurit TNI melalui Akademi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (AKABRI) dan diterima. Ia pun diberikan Adhi Makayasa karena menjadi lulusan terbaik pada 1970.
Setelah itu, Luhut mengikuti Kursus Dasar Kecabangan Infanteri (SUSSARCABIF) dan kembali menjadi lulusan terbaik. Hal ini juga diterimanya usai menjalani Kursus Komando hingga diberi Sangkur Perak Komando.
Luhut pun tercatat mengikuti beberapa kursus lainnya. Mulai dari Kursus Lintas Udara yang turut diberi penghargaan Trophy Payung Emas, Kursus Lanjutan Perwira/SUSLAPA I, hingga Kursus Lanjutan Perwira/SUSLAPA II.
Lalu, ia juga pernah mengikuti pendidikan di Sekolah Staf Komando Angkatan Darat (SESKOAD) dan Sekolah Staf Dan Komando ABRI (SESKO ABRI). Tak lupa pula Lembaga Ketahanan Nasional (LEMHANNAS).
Selain di bidang militer, Luhut juga mengenyam pendidikan lain. Ia diketahui merupakan lulusan Masters in Public Administration, George Washington University, dan National Defense University, Amerika Serikat.
Kontributor : Xandra Junia Indriasti