Sosok Aguan dan Prajogo Pangestu, Konglomerat Sumbang Rp 155 Miliar untuk Bandara Singkawang

Chyntia Sami Bhayangkara
Sosok Aguan dan Prajogo Pangestu, Konglomerat Sumbang Rp 155 Miliar untuk Bandara Singkawang
Maruarar Sirait, Boy Thohir, Aguan, Prajogo Pangestu, Franky Wijaya - Sosok Aguan dan Prajogo Pangestu, Konglomerat Sumbang Rp 155 Miliar untuk Bandara Singkawang (Instagram/maruararsirait)

Sugianto Kusuma atau biasa dikenal dengan sebutan Aguan merupakan bos Agung Sedayu, sebuah grup perusahaan properti terkemuka dan ternama di Indonesia.

Suara.com - Sosok Aguan dan Prajogo Pengestu banyak dicari, terkait dengan pemberian sumbangan dengan nilai fantantis untuk pembangunan Bandara Singkawang.

Sebelumnya, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi sempat mengatakan bahwa pembangunan Bandara Singkawang ditargetkan akan rampung pada Maret 2024. Ia mengaku sebagian dana proyek ini berasal dari 'sumbangan' sejumlah pengusaha ternama di Indonesia, sumbangan tersebut mulai dari Sugianto Kusuma atau Aguan hingga Prajogo Pangestu dan Anthony Salim.

Sebab pembangunan bandara ini dilakukan melalui skema Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) dengan Corporate Social Responsibility (CSR) para pengusaha lokal Singkawang. Dengan demikian, sebagian pembangunan bandara ini tetap menggunakan APBN. Sedangkan sisanya berasal dari CRS para pengusaha, termasuk di antaranya adalah para pengusaha kelas kakap Indonesia.

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi menyebut total APBN yang digunakan dalam pembangunan ini sekitar Rp 270 miliar sedangkan yang berasal dari CSR sekitar Rp 350 miliar.

Baca Juga: Investasi IKN Demi Selamatkan Wajah Jokowi? Ini Tanggapan Menohok Basuki Soal Pengakuan Aguan

Secara rinci Pui menjelaskan dana CSR ini digunakan untuk membangun terminal dan ruang tunggu bandara, serta untuk sisanya digunakan sebagai perpanjangan landasan pacu dari 1.400 meter menjadi 2.000 meter (atau sepanjang 600 meter). Sebagai tambahan informasi, Bandara Singkawang dibangun mulai dari tahun 2019 sampai dengan 2023. Bandara ini rencananya akan diresmikan pada bulan Maret 2024 nanti dan beroperasi pada bulan April 2024.

Sementara, gedung terminal penumpang seluas 8.000 meter persegi yang sejauh ini masih dalam progres pembangunan sudah mencapai 95% (tersisa pengisian interior terminal dan ruang tunggu) dan perpanjangan runway menjadi 2.000 meter (selesai dalam 1 atau 2 bulan ke depan) dibangun menggunakan dana dari CSR.

Proyek pembangunan Bandara Singkawang, Kalimantan Barat, menjadi fokus paling utama bagi sejumlah pengusaha ternama di Indonesia. Dalam upaya mendukung pembangunan ini, para pengusaha seperti Aguan, Prajogo Pangestu, dan Anthony Salim sudah menyumbangkan sebagian dana pembangunan melalui skema Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) dengan Corporate Social Responsibility (CSR).

Lantas siapakan sosok Aguan dan Prajogo Pangestu? 

Profil Aguan dan Prajogo Pangestu

Baca Juga: Digugat Imbas PSN PIK 2, Jokowi hingga Aguan Dituntut Ganti Rugi Rp612 Triliun

Sugianto Kusuma atau biasa dikenal dengan sebutan Aguan merupakan bos Agung Sedayu, sebuah grup perusahaan properti terkemuka dan ternama di Indonesia. Ia lahir pada 10 Januari 1951 sehingga kini berusia 72 tahun. 

Sosok beliau dikenal sebagai seorang konglomerat yang sukses membangun kerajaan bisnis properti, Agung Sedayu Group (ASG). Ia sendiri oleh sebagian pihak dimasukkan dalam kelompok konglomerat berpengaruh yang disebut dengan sebutan 9 naga. Informasi selebihnya, tak banyak ada membahas mengenai Aguan baik mengenai masa kecil maupun pendidikannya. 

Sedangkan profil pemilik nama asli Phang Djoem Phen ini bukan berasal dari keluarga kaya. Ia terlahir dari keluarga biasa, hanya mampu mengenyam pendidikan sampai tingkat sekolah menengah. Pria berusia 77 tahun ini merupakan putra terlahir dari seorang pedagang karet. Prajogo Pangestu pernah bekerja sebagai supir angkot pada tahun 1960.

Hidupnya mulai berubah ketika dia merintis bisnis kayu pada tahun 1970-an, usai bertemu dengan pengusaha asal Malaysia, Bong Sun on atau Burhan Uray. Burhan mengajaknya bekerja di salah satu PT  yaitu Djajanti Group, yang dimiliki Burhan pada tahun 1969. Seiring berjalannya waktu, bisnis yang dijalaninya mulai lancar hingga perusahaan itu berganti nama menjadi Barito Pacific. 

Kontributor : Rishna Maulina Pratama