Suara.com - Isu mundurnya Sri Mulyani Indrawati dari jabatan Menteri Keuangan semakin menguat beberapa waktu belakangan. Bahkan sejumlah pihak sudah mulai menerka nasib perekonomian Indonesia apabila Sri Mulyani sampai benar-benar mengundurkan diri.
Lantas bila benar-benar jadi mengundurkan diri dari kabinet Presiden Joko Widodo, berapa besar nominal pendapatan yang harus dilepaskan Sri Mulyani? Berikut adalah ulasan tentang gaji Sri Mulyani sebagai bendahara negara.
Gaji Sri Mulyani
Perkara besaran gaji dan tunjangan jajaran menteri telah diatur dalam dua regulasi. Yang pertama adalah Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 75 Tahun 2000 tentang Gaji Pokok Pimpinan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara dan Anggota Lembaga Tinggi Negara serta Uang Kehormatan Anggota Lembaga Tertinggi Negara.
Baca Juga: Ditanya Soal Sri Mulyani Mundur, Luhut: Nggak Ada!
Sedangkan regulasi kedua yang mengaturnya adalah Keputusan Presiden (Keppres) 68/2001. Keppres ini mengatur tunjangan yang berhak diterima pejabat negara tertentu, seperti Jaksa Agung, Panglima TNI, atau pejabat lain yang kedudukan dan pengangkatannya setara atau disetarakan dengan menteri.
Lewat peraturan tersebut, terungkap bahwa menteri berhak menerima gaji pokok sebesar Rp5.040.000 per bulan. Selain itu menteri juga mendapatkan tunjangan jabatan senilai Rp13.608.000 per bulan.
Namun di luar itu, menteri juga berhak menerima tunjangan lain dan dana operasional. Dana operasional adalah dana yang dialokasikan untuk membiayai kegiatannya sebagai menteri dan bukan kepentingan pribadi. Biasanya nominal dana operasional jauh melampaui nominal gaji dan tunjangan, tetapi tidak dimasukkan dalam komponen take home pay.
Selain itu, menteri juga berhak menerima beberapa fasilitas. Termasuk di antaranya adalah rumah dinas serta mobil dinas yang digunakan untuk menunjang aktivitasnya.
Menariknya, peraturan besaran gaji dan tunjangan ini sudah diteken sejak era pemerintahan Abdurrahman Wahid alias Gus Dur, tetapi tidak ada perubahan selama 20 tahun terakhir.
Baca Juga: Kurs Rupiah Makin Dekat Rp16.000 per Dolar AS, Apa Penyebabnya?