Suara.com - Kasus kekerasan seksual yang terjadi pada anak-anak masih menjadi masalah hingga saat ini. Pasalnya, kasus kekerasan seksual anak ini tidak hanya terjadi satu kali saja, tetapi berulang kali.
Melihat banyaknya kasus kekerasan seksual kepada anak, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) secara tegas mengecam hal ini.
Komisioner KPAI, Dian Sasmita, MH, mengatakan bahwa terkait kekerasan seksual anak ini, tidak akan ada toleransi atau tawar menawar untuk pelaku.
Bahkan, pihak KPAI juga secara tegas meminta agar Polri tidak menerima kasus kekerasan yang diselesaikan secara jalur damai. Oleh sebab itu, kasus kekerasan seksual anak harus ditindak secara hukum
Baca Juga: YLBHI Tak Pungkiri Ada Kemungkinan Motif Politik Pada Kasus Ketua BEM UI
“Pada intinya kasus kekerasan seksual yang terjadi di Indonesia, terutama dengan korban anak, tidak ada toleransi atau tawar-menawar apapun. Kami juga baru bertemu Kabareskrim untuk menegaskan bahwa tidak ada lagi kasus kekerasan seksual dengan pelaku dewasa kemudian didamaikan seperti kasus yang lalu,” ucap Diah dalam konferensi pers bersama KPAI, Senin (22/1/2024).
Alasan mengapa kasus kekerasan seksual anak ini tidak lagi menerima jalur damai, karena dampak hal tersebut jangka panjang. Diah mengatakan, korban kekerasan seksual anak ini tidak hanya alami luka secara fisik, tetapi psikis yang memengaruhi masa depannya.
“Ini juga ditegaskan kepada polisi, karena bagaimanapun juga kekerasan seksual itu pidana murni yang mengakibatkan penderitaan terhadap anak. Tidak hanya luka fisik saja, tetapi psikis dan tumbuh kembang anak juga mempengaruhi masa depan anak ini,” sambungnya.
Kasus kekerasan seksual anak di Surabaya
Belum lama ini beredar kabar adanya beberapa kasus kekerasan seksual pada anak di Surabaya. Pertama menimpa anak SMP, di mana ia dicabuli oleh anggota keluarganya sendiri, yang terdiri dari ayah, kakak, dan dua pamannya.
Baca Juga: Ketua BEM UI Tersandung Kasus Dugaan Kekerasan Seksual, YLBHI: Lindungi Korban!
Kemudian, ada juga kuli bangunan di Surabaya berinisial RM (21) yang kedapatan melecehkan anak berumur empat tahun menggunakan sumpit dan kaki boneka.
Menanggapi hal tersebut, KPAI juga sudah meminta agar pemerintah setempat melakukan pendampingan kepada korban. Apalagi, proses hukum cukup panjang sehingga bisa saja memengaruhi psikis anak.
“Untuk kasus yang di Surabaya, kami mendorong kepada pemerintah daerah untuk melakukan pendampingan kepada anak dan mendukung pemulihan anak, pendampingannya tidak hanya pada khususnya tapi bantuan hukum kepada anak, karena proses hukumnya pasti akan panjang. Kehadiran psikolog juga sangat penting sekali untuk menemani anak untuk menjalani proses hukum karena anak akan diminta mereka ulang tragedi atau peristiwa buruk yang dialaminya, ” jelas Diah.
Masyarakat harus peka
Untuk kasus kekerasan seksual ini, Diah berpesan agar masyarakat juga ikut andil dalam proses menjaga anak-anak. Menurut Diah, masyarakat harus bisa diedukasi terkait perlindungan anak dari kekerasan untuk mencegah adanya kasus-kasus lainnya.
“Kita juga perlu edukasi tentang perlindungan anak dari kekerasan supaya masyarakat lebih peka. Jika ada yang dikasih-indikasi situasi yang membuat anak rentan terhadap kekerasan, masyarakat perlu ikut terlibat supaya bisa mencegah dan melindungi anak-anak di sekitarnya,” pungkasnya.