Suara.com - Penutup Cawapres nomor urut 1, Muhaimin Iskandar atau Cak Imin, debat cawapres kemarin menjadi sorotan. Cak Imin mengutip ayat 41 surat Ar-Rum, yang menyatakan bahwa kerusakan di darat dan laut terjadi akibat ulah manusia.
Ia juga merujuk pada peringatan Paus Fransiskus mengenai kerentanan masa depan kita dan perlunya melakukan pertobatan ekologis. Pernyataan ini diungkapkan Cak Imin di Jakarta Convention Center (JCC) Senayan, Jakarta Pusat, pada Minggu (21/1/2024).
Cak Imin menekankan bahwa pertobatan ekologis harus dimulai dari aspek etika. Ia mengajak untuk mematuhi aturan, menghindari perilaku ugal-ugalan, dan menjunjung tinggi etika lingkungan dan etika pembangunan. Cak Imin menegaskan pentingnya tidak melanggar aturan dan berkomitmen pada etika sebagai langkah awal dalam pertobatan ekologis.
"'Telah nyata kerusakan di darat dan di laut karena ulah tangan manusia'. Bahkan Paus Fransiskus juga mengingatkan kepada kita semua posisi yang agak rawan masa depan kita, kita harus melakukan tobat ekologis," kata Cak Imin di JCC Senayan, Jakarta Pusat, Minggu (21/1/2024).
Lantas apa sebenarnya yang dimaksud dengan tobat ekologis atau pertobatan ekologis?
Dikutip dari jurnal berjudul “Pertobatan Ekologis Menurut Ensiklik Laudato Si dalam. Menanggapi Persoalan Kerusakan Hutan di Kabupaten Sintang,. Kalimantan Barat, melalui Ensiklik Laudato Si, Paus Fransiskus mengajukan seruan untuk melakukan pertobatan ekologis bagi seluruh umat manusia, memandang alam sebagai karya ciptaan Allah yang harus dijaga dan dihormati.
Tema pertobatan ekologis ini menjadi bagian integral dari upaya Gereja dalam merespons masalah ekologis yang melanda bumi. Terletak pada bab terakhir ensiklik, tema ini terurai dalam enam nomor, yakni dari nomor 216 hingga 221, menyajikan tawaran Gereja bagi membangun hubungan yang harmonis dengan alam semesta.
Pertama, Paus Fransiskus menegaskan bahwa perbaikan manusia dalam aspek kemanusiaan, termasuk kepedulian terhadap sesama dan alam, harus bersumber dari nilai-nilai Injil. Dalam pandangan Gereja, spiritualitas ekologis tidak dapat dipisahkan dari spiritualitas Kristiani. Melalui keyakinan iman ini, aksi pertobatan ekologis dapat diterjemahkan dalam konteks iman yang mendalam.
Kedua, pertobatan ekologis bukanlah sekadar perubahan batin belaka. Tanpa tindakan nyata atau pasif, kesadaran iman yang muncul menjadi inkonsisten. Pertobatan ekologis, oleh karena itu, mewakili keterlibatan aktif dalam membangun hubungan yang solid dengan dunia sekitar sebagai hasil dari pertemuan pribadi dengan Kristus.
Ketiga, pertobatan ekologis menandakan perubahan batin yang mendalam dan keterlibatan aktif dalam memperbaiki hubungan dengan seluruh ciptaan. Sikap kerendahan hati, pengakuan kesalahan, dan komitmen sepenuh hati merupakan elemen-elemen kunci dalam membangun kembali relasi yang utuh dengan alam semesta.
Keempat, sebagai masalah sosial kompleks, persoalan ekologis membutuhkan pertobatan yang melibatkan seluruh masyarakat. Paus Fransiskus menekankan bahwa pertobatan ekologis tidak hanya bersifat individu, melainkan juga komunal. Kolaborasi dan kekuatan bersama diperlukan untuk mengatasi pola pikir utilitarian yang dididik secara individualis.
Kelima, pertobatan ekologis membawa pada sikap-sikap bersama yang menggembirakan dan melibatkan pertumbuhan semangat perlindungan yang murah hati dan lembut. Bersyukur atas anugerah Allah, menyadari persekutuan universal, dan mengembangkan kreativitas dalam mengatasi masalah dunia adalah bagian dari pertobatan ekologis.