Suara.com - Afrika Selatan menyampaikan pendapatnya di hadapan Mahkamah Internasional atau ICJ pada Kamis (11/1/2024). Hal ini ada kaitannya dengan tuduhan terhadap Israel yang melakukan genosida di Gaza, Palestina.
Sidang tersebut merupakan tindak lanjut dari permohonan Afrika Selatan yang sempat diajukan pada 29 Desember 2023 lalu. Dalam agenda Kamis kemarin, mereka diwakili oleh setidaknya enam orang pengacara. Salah satunya Blinne Ní Ghrálaigh, seorang pengacara wanita asal Irlandia.
Pidatonya dalam kesempatan tersebut sampai menuai pujian. Untuk itu, profilnya serta apa yang ia sampaikan terkait genosida memicu penasaran.
Profil Blinne Ní Ghrálaigh
Baca Juga: Cerita Pejuang Kemanusiaan dari Gaza yang Terancam di Ujung Moncong Senjata Israel
Tak diketahui berapa usia Blinne Ní Ghrálaigh. Hanya saja, ia dikenal sebagai pengacara senior asal Irlandia. Namanya pernah masuk dalam Daftar Penasihat Hukum di ICC. Ia juga sempat diberikan beberapa penghargaan.
Salah satunya dinobatkan sebagai International Junior of the Year dalam Legal 500 Bar Awards 2022-2023. Penobatan tersebut diberikan setelah Blinne menangani banyak kasus yang melibatkan berbagai negara di dunia.
Terkait pendidikannya, Blinne pernah belajar Bahasa Modern dan Abad Pertengahan di Queens' College, Cambridge. Lalu, ia diketahui merupakan lulusan S2 Hukum di Universitas Westminster, Inggris.
Blinne pun sempat mengikuti kursus di Sekolah Hukum Inns of Court. Selain itu, ia juga pernah belajar Hukum Internasional di Universitas New York. Tak lupa mengenyam studi di Harvard Law School melalui program beasiswa.
Di sisi lain, Blinne kerap tergabung dalam berbagai asosiasi. Ia yang kini menjadi Pejabat Eksekutif di Komite Hak Asasi Manusia Bar pernah menjabat Wakil Ketua. Kemudian, ada pula organisasi-organisasi lain yang ia ikuti.
Baca Juga: Beda Nominal Donasi Ustaz Solmed dan Ivan Gunawan ke Palestina, Miliaran vs 2 Digit
Mulai dari Asosiasi Pengacara Hukum Administrasi, Asosiasi Pengacara Kriminal, hingga Asosiasi Pengacara Hak Asasi Manusia. Hal itu menunjukkan bahwa Blinne Ní Ghrálaigh memang layak disebut pengacara senior.
Dirinya berpraktik dalam bidang hak asasi manusia, hukum publik, hukum publik internasional, dan hukum pidana. Adapun pidatonya terkait genosida yang terjadi di Palestina menuai sorotan dan membuatnya menerima pujian.
Pidato Blinne Ní Ghrálaigh Soal Genosida
Dalam momen di hadapan ICJ, Blinne Ní Ghrálaigh, berargumen tentang risiko tindakan genosida dan potensi kerusakan lebih lanjut di Gaza. Ia pun mengungkap ada sekitar 247 warga Palestina yang tewas setiap harinya.
"Berdasarkan angka saat ini, rata-rata 247 warga Palestina terbunuh dan berisiko dibunuh setiap hari, banyak dari mereka hancur berkeping-keping. Jumlah tersebut termasuk 48 ibu setiap hari, dua ibu setiap jam, dan lebih dari 117 anak setiap hari, sehingga Unicef menyebut tindakan Israel sebagai perang terhadap anak-anak," katanya.
Blinne menyinggung tidak adanya tanda-tanda pembunuhan akan berhenti. Ia juga menyebut banyak orang-orang dengan profesi tertentu yang menjadi sasaran Israel. Mereka dibunuh sampai keluarganya ikut dicari.
“Mengingat angka kematian saat ini, tidak menunjukkan tanda-tanda akan mereda. Setiap hari lebih dari 3 petugas medis, 2 guru, lebih dari satu pegawai PBB dan lebih dari satu jurnalis akan dibunuh," ungkap Blinne.
"Banyak di antaranya ketika sedang bekerja atau dalam serangan yang tampaknya ditargetkan terhadap keluarga mereka, rumah, atau tempat mereka berlindung," sambungnya.
Blinne juga mengatakan bahwa risiko kelaparan di sana kian meningkat. Sebab, saat warga Palestina ingin mencari bantuan, selalu diserang. Tak heran jika banyak anak-anak yang kakinya diamputasi bahkan tanpa bius.
“Risiko kelaparan akan meningkat setiap harinya. Setiap hari, rata-rata 629 orang akan terluka, bahkan berkali-kali lipat ketika mereka berpindah dari satu tempat ke tempat lain dengan putus asa mencari perlindungan," ucap Blinne.
“Setiap hari lebih dari 10 anak Palestina akan diamputasi salah satu atau kedua kakinya, banyak di antaranya tanpa obat bius. Setiap hari semakin banyak orang yang putus asa terpaksa pindah dari tempat mereka berlindung atau akan dibom. Seluruh keluarga multigenerasi akan musnah," lanjutnya lagi.
Mirisnya lagi, kata Blinne, kuburan massal warga Palestina juga digali untuk dihancurkan dengan buldozer atau bom. Ia tak mengerti mengapa Israel bahkan ingin menghilangkan kedamaian orang-orang yang sudah meninggal dunia.
"Setiap hari, jika dibandingkan dengan kondisi saat ini, rata-rata 3.900 rumah warga Palestina akan dirusak atau dihancurkan. Lebih kuburan massal akan digali, dibuldoser dan dibom, bahkan menghilangkan martabat atau kedamaian bagi orang yang sudah meninggal," kata Blinne.
Dalam pidatonya, Blinne juga memperlihatkan dua foto papan tulis di sebuah rumah sakit di Gaza. Pertama, tulisan tangan seorang dokter yang berbunyi, “Kami telah melakukan apa yang kami bisa. Ingat kami."
Foto kedua diambil dari papan tulis yang sama setelah serangan Israel terhadap rumah sakit pada tanggal 21 November yang menewaskan penulis pesan tersebut. Di mana itu menunjukkan papan yang dihancurkan.
Kontributor : Xandra Junia Indriasti