Suara.com - Belakangan ini kabar bahagia divonis bebasnya Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanty masih hangat menjadi sorotan publik.
Apalagi hal ini menjadi momentum dan bukti bahwa masyarakat harus tetap kritis terhadap pemerintah. Hal itu pun disampaikan oleh kuasa hukum Haris dan Fatia.
"Putusan ini memberikan pesan bahwa kita harus dan terus mengkritik, berbicara dan menyampaikan pendapat," kata Isnur dilansir dari situs resmi KontraS, Selasa (9/1/2024).
Sebelumnya diberitakan, Haris Azhar dan Fatia divonis bebas di kasus pencemaran nama baik Luhut. Vonis itu dibacakan oleh Ketua Majelis Hakim, Cokorda Gede Arthana di PN Jaktim, Senin (8/1/2024).
Baca Juga: Profil 3 Hakim yang Vonis Bebas Haris Azhar-Fatia, Lengkap dengan Isi Kutipan Rocky Gerung
"Membebaskan terdakwa Haris Azhar dari semua dakwaan. Membebaskan terdakwa Fatia Maulidiyanty dari semua dakwaan," kata Hakim Cokorda di persidangan.
Vonis Bebas Haris-Fatia Jadi Kemenangan Demokrasi
Usai divonis bebas, Fatia Maulidiyanti menyampaikan orasinya. Ia mengatakan kalau kemenangan ini tidak sampai di sini saja dan tetap harus diawasi.
"Kemenangan ini tidak sampai di sini. Kemenangan ini harus ditentukan dengan posisi bahwa rakyat punya suara, di mana kita selalu hadir mengawasi negara yang seringkali bertindak sewenang-wenang dan menyengsarakan rakyat," kata Fatiah dalam orasinya.
Di sisi lain, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menilai putusan bebas Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanty menjadi sinyal positif dalam memberikan perlindungan pembela HAM.
"Pertimbangan dan putusan ini juga memberikan sinyal positif bagi pengakuan dan perlindungan atas lingkungan berkelanjutan sebagai bagian dari hak asasi manusia," ujar Ketua Komnas HAM, Atnike Nova Sigiro dalam keterangannya, Selasa (9/1/2024).
Meski begitu, Atnike menekankan bahwa kasus kriminalisasi yang dialami Haris dan Fatia semestinya tidak terjadi.
"Menjadi catatan bahwa dalam kondisi ideal, permasalahan ini tidak seharusnya perlu sampai ke tahap peradilan," jelas Atnike.
Sebab, Atnike berpandangan apa yang dilakukan oleh Haris dan Fatia merupakan bentuk perjuangan hak atas lingkungan hidup yang baik.
Jaksa Ajukan Kasasi
Jaksa Penuntut Umum (JPU) mengajukan kasasi usai Pengadilan Negeri Jakarta Timur (PN Jaktim) menjatuhkan vonis bebas terhadap Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanty dalam kasus pencemaran nama baik Luhut Binsar Pandjaitan.
Pengajuan kasasi itu dikonfirmasi Plh Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta Herlangga Wisnu Murdianto.
"Bahwa terhadap putusan tersebut, Jaksa Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri Jakarta Timur langsung menyatakan kasasi," kata Herlangga dalam keterangannya, Senin (8/1/2024).
"Dengan Akta Permintaan Kasasi Nomor 02/Akta.Pid/2024/PN.Jkt.Tim tanggal 08 Januari 2024 untuk perkara atas nama terdakwa Haris Azhar dan Akta Permintaan Kasasi Nomor 03/Akta.Pid/2024/PN.Jkt.Tim tanggal 08 Januari 2024 untuk perkara atas nama terdakwa Fatia Maulidiyanty," lanjutnya.
Herlangga mengatakan bahwa tim jaksa saat ini sedang menyusun memori kasasi untuk segera dikirimkan ke Mahkamah Agung (MA).
Pejabat Harus Terbuka Ketika Dikritik
Kabar soal pengajuan kasasi ke Mahkamah Agung rasa-rasanya malah semakin membuat raykat merasa tidak aman.
Lantaran pengadilan sudah memutuskan bahwa Haris-Fatia tidak sama sekali melakukan pencemaran nama baik sang menteri. Padahal sebagai pejabat seharusnya pun terbuka ketika mendapat kritik alih-alih membawa ke jalur hukum.
Hal itu pun pernah disampaikan oleh aktivis antikorupsi Yudi Purnomo menyebut vonis bebas Haris dan Fatia menjadi pelajaran penting bahwa pejabat negara harus terbuka dan mau dikritik.
"Dengan adanya keputusan ini bisa menjadi pelajaran penting bahwa seorang pejabat mau tidak mau suka tidak suka harus terbuka dan mau dikritik sepedas apa pun, sebab itu adalah konsekuensi logis jabatan yang diembannya sebagai pelayan masyarakat dan juga selama ini digaji oleh uang rakyat," kata Yudi dikutip Antara.
Yudi menilai, putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Timur itu merupakan jaminan sekaligus Yurisprudensi bahwa pengadilan paham arti penting kritik bagi pejabat pemerintah dan negara sebagai mekanisme kontrol jalannya pemerintahan, apalagi konstitusi juga menjamin.
Sehingga, bagaimanapun kerasnya kritik merupakan masukan berharga untuk berubah atau introspeksi memperbaiki diri maupun kebijakan.
"Membawa kritik ke ranah hukum atau pidana tidak akan menyelesaikan masalah," ujarnya.