Suara.com - Heboh Ustaz Solmed punya rumah mewah yang membuat netizen mengulik tarif ceramah suami April Jasmine tersebut. Jadi penasaran, apa ya hukum pasang tarif ceramah agama?
Ustaz Solmed menjelaskan rumah mewah dibangun dari penghasilannya sebagai ceramah. Apalagi Ustaz Solmed pernah memasang tarif fantastis Rp15,9 miliar untuk sekali ceramah di Hongkong.
Alhasil jadilah rumah mewahnya memiliki fasilitas mentereng, dari mulai kolam renang, lapangan tembak, bulu tangkis, futsal, sirkuit, hingga playground.
Di sisi lain, fenomena ustaz memasang tarif ceramah juga pernah dibahas Ustaz Abdul Somad, yang menjelaskan tentang fenomena ustaz diberi amplop berisi uang setelah menyampaikan ceramah.
Baca Juga: Padahal Satu Almamater, Perbandingan Tarif Ceramah Ustaz Solmed dan Mamah Dedeh Disorot
Menurut Ustaz Somad, uang penceramah umumnya didapatkan bukan dari pihak penyelenggara melainkan dari baitul mal atau dana umat di masjid, yang bisa digunakan sebagai tempat harta zakat, infaq, dan shodaqoh.
"Ustaz penceramah mubalig tidak lagi dikasih amplop. Nggak ada urusan ambil amplop, memang ustaz tak dikasih amplop transfer langsung ke rekeningnya," ujar Ustaz Abdul Somad di kanal YouTube dikutip suara.com, Rabu (10/1/2024).
Hukum Pasang Tarif Ceramah Agama
Melansir NU Online, menjelaskan uang ala kadarnya yang diberikan masyarakat kepada penceramah biasa disebut bisyarah, sejenis insentif. Uang ini dianggap sebagai pengganti biaya transportasi meskipun sekali waktu panitia hari besar Islam sebuah masjid menjemput penceramah agama tersebut.
Diterangkan Syekh Wahbah Az-Zuhaily, fenomena bisyarah atau insentif langsung ini terjadi karena tidak adanya baitul mal atau anggaran dari negara untuk kerja-kerja para buruh.
Baca Juga: Pantas Punya Moge Senilai Ratusan Juta, Tarif Ceramah Ustaz Solmed Bisa Buat Jajan Ribuan Honda BeAT
Fenomena ini kata Syekh Wahbah Az-Zuhaily sangat berbeda dengan masa lalu di mana ulama Hanafiyah disebutkan makruh hukumnya memberikan insentif atau amplop, dalam melakukan hisbah atau perbuatan amar ma'ruf dan nahi mungkar seperti ceramah.
"Banyaknya anggaran negara untuk mereka, dan kekuatan muruah pada pengusaha dan orang-orang kaya untuk membantu memberikan insentif sehingga mereka tidak memerlukan insentif atau amplop (dari masyarakat), semata menegakkan hisbah,” jelasnya.
Perubahan kondisi ini menjadi faktor keluarnya fatwa kebolehan guru agama atau penceramah menerima insentif dari masyarakat (bisyarah) demi melestarikan syiar Islam. Adapun soal penetapan tarif oleh penceramah, kita perlu menelaah masalah ini lebih jauh.
Hal ini biasanya sensitif untuk dibicarakan. Meskipun tidak ada dalil secara jelas, hanya sejatinya guru agama atau penceramah agama tidak etis menetapkan tarif.
Kalaupun dirasa perlu, tampaknya harus ada batas minimal tarif penceramah sebagai standar berdasarkan adat setempat, setidaknya menutupi biaya transportasi dari domisili penceramah ke lokasi masyarakat yang memiliki hajat syiar agama.