Kita Berhak Kritis dari Kasus Haris-Fatia dan UU ITE Masih Menyisakan Potensi Ancaman Kebebasan Berekspresi

Selasa, 09 Januari 2024 | 15:04 WIB
Kita Berhak Kritis dari Kasus Haris-Fatia dan UU ITE Masih Menyisakan Potensi Ancaman Kebebasan Berekspresi
Direktur Lokataru Haris Azhar (kiri) menyapa pendukungnya usai sidang putusan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Timur, Senin (8/1/2024). Majelis Hakim PN Jaksel memvonis bebas Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti pada kasus pencemaran nama baik terhadap Luhut. [ANTARA FOTO/ Fakhri Hermansyah].
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Meski begitu, Atnike menekankan bahwa kasus kriminalisasi yang dialami Haris dan Fatia semestinya tidak terjadi.

"Menjadi catatan bahwa dalam kondisi ideal, permasalahan ini tidak seharusnya perlu sampai ke tahap peradilan," jelas Atnike.

Sebab, Atnike berpandangan apa yang dilakukan oleh Haris dan Fatia merupakan bentuk perjuangan hak atas lingkungan hidup yang baik.

Selain itu, Atnike mengatakan bahwa Komnas HAM juga menyoroti mengenai revisi UU ITE yang baru. Undang-Undang itu dinilai masih menyisakan potensi ancaman terhadap kebebasan berekspresi.

"Oleh sebab itu, Komnas HAM merekomendasikan pemerintah dan pembuatan kebijakan untuk melakukan penilaian lebih lanjut atas hasil revisi tersebut guna mencegah penggunaan UU ITE yang dapat mengancam hak berekspresi," tambah dia.

Awal Mula Kasus Haris dan Fatia

Kasus dugaan pencemaran nama baik ini bermula ketika Haris dan Fatia merilis video perbincangan di kanal Youtube dengan judul.

"Ada lord Luhut di balik relasi ekonomi-ops militer Intan Jaya!! Jenderal BIN juga Ada1! >NgeHAMtam,"

Video itu pun viral, kemudian pada 22 September 2021, Haris dan Fatia dilaporkan oleh Luhut ke Polda Metro Jaya. Laporan tersebut lantas langsung naik ke meja hijau dengan melaksanakan serangkaian beberapa sidang.

Baca Juga: Kronologi Kasus Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti, Akhirnya Hakim Memvonis Bebas

Pada persidangan pembacaan tuntutan pada Senin, 27 November, jaksa menuntut agar video YouTube yang menjadi awal mula kasus ini untuk dihapus. Namun, Haris dan Fatia yang meyakini bahwa mereka tidak melakukan tindak pidana apapun terkait video tersebut mengajukan nota pembelaan atau pleidoi.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI