Suara.com - Belakangan ini sedang heboh mengenai kabar Korea Selatan akan memberi insentif sebanyak 650 ribu won atau sekitar Rp7,6 juta per bulan untuk para penyindiri yang terisolasi dalam mendukung stabilitas psikologi dan emosional mereka.
Siapa sangka ternyata banyak remaja di Korea Selatan sangat terisolasi dari dunia luar sehingga pemerintah turun tangan agar mereka mau bersosialisasi dengan masyarakat.
Menurut data Institut Kesehatan dan Sosial Korea, sekitar 3,1 persen penduduk berusia 19-39 tahun 'kesepian dan menyendiri', tinggal di ruang terbatas dalam keadaan terputus dari dunia luar selama lebih dari jangka waktu tertentu. Kondisi ini membuat mereka mengalami kesulitan hidup yang normal.
Berbagai faktor diperkirakan berperan, termasuk kesulitan keuangan, penyakit mental, masalah keluarga, atau tantangan kesehatan.
Baca Juga: Korea Selatan Bantu Timnas Indonesia, Ekspos Kelemahan Irak Jelang Piala Asia 2023
Apa yang dilakukan pemerintah Korea Selatan itu pun seolah menjadi langkah konkrit dalam menjawab studi yang digaungkan WHO.
WHO Sebut Kesepian Jadi Ancaman
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) baru-baru ini sempat bilang kalau kesepian termasuk sebagai ancaman kesehatan yang mendesak.
Bahkan, WHO membentuk Komisi Koneksi Sosial untuk membantu menyelesaikan masala tersebut. Komisi ini diketuai oleh U.S. Surgeon General Dr. Vivek Murthy dan African Union Youth Envoy Chido Mpemba, pun beranggotakan 11 pembuat kebijakan, thougt leader dan advokat.
Komisi ini berupaya menganalisi peran utama koneksi sosial dalam meningkatkan kesehatan masyarakat, hal ini sudah berlangsung selama 3 tahun.
Baca Juga: Asnawi Mangkualam Jadi Inspirasi, Wonderkid PSM Makassar Tegaskan Ingin Abroad ke Korea Selatan
"Tingginya angka isolasi sosial dan kesepian di seluruh dunia membawa konsekuensi serius untuk kesehatan dan kesejahteraan. Orang yang tak memiliki koneksi sosial yang kuat lebih rentan terkena stroke, gangguan kecemasan, demensia, depresi, bunuh diri, dan lainnya. Komisi WHO ini akan membantu membangun koneksi sosial sebagai prioritas yang paling menjanjikan," ungkap Direktur Jenderal WHO, Tedros Adhanom Ghbereyesus.
Menurut surevey hampir 1 dari 4 orang dewasa merasa kesepian. Survei itu dibuat oleh Gallup pada tahun 2023, sebanyak 24% orang dewasa mengaku merasa sangat ataupun cukup kesepian, di mana angka itu hampir mencapai seperempatan total dari responden.
Selain karena faktor kesepian dan kesehatan mental. Fenomena ini juga kerap disebut-sebut sebagai Hikikomori, berikut ulasannya.
Fenomena Hikikomori
Merujuk pada Channel News Asia, kebijakan ini menyasar anak muda yang mengalami 'hikikomori'. Hikikomori adalah istilah Jepang yang digunakan untuk mendeskripsikan kondisi penarikan sosial ekstrim.
"Kebijakan ini pada dasarnya adalah kebijakan kesejahteraan. Meski tampak baik untuk mencoba berbagai pendekatan demi bisa meningkatkan populasi usia pekerja, ini tak dapat dilihat sebagai solusi jangka panjang untuk menyelesaikan populasi di sini," jelas Profesor Ilmu Politik Universitas Myongji, Shin Yul.
Selain itu, menurut The Korean Institute for Health and Social Affairs, sekitar 350 ribu orang warga Korea Selatan berusia 19 sampai 39 dinilai terisolasi dan kesepian.
Tentu ada beberapa alasan mengapa pemerintah Korea Selatan memberikan tunjangan kepada mereka yang penyendiri. Diantaranya sebagai mendukung stabilitas emosi dan psikologis mereka, membantu orang yang menarik diri dari dunia sosial.
Selain itu, juga sebagai solusi meningkatkan populasi kerja hingga mencari cara menyelesaikan masalah rendahnya kelahiran.
Fenomena ini tak hanya terjadi di Korea Selatan saja, begitu juga dengan Jepang. Menurut survei dari Kabinet Jepang, sekitar 1,46 juta orang yang masuk kategori populasi pekerja di negara mengalami hikikomori.
Angka ini mencakup sekitar 2% dari populasi berumur 15 sampai 64 tahun di Jepang.