Namun, dalam revisi yang kedua ini bahkan tidak cukup memperbaiki masalah secara menyeluruh.
Salah satu contohnya masih adanya Pasal 27 ayat (1) terkait asusila dan juga pasal pencemaran nama baik.
"Dengan dipertahankanya Pasal 27 ayat (1), itu nanti masih ada potensi yang mengakibatkan kerugian dari pihak korban yaitu perempuan atau biasanya kelompok. Korban yang lebih lemah daripada pelakunya," jelas Co-Founder SAFEnet Damar Juniarto.
"Pasal pencemaran nama baik itu tetap masih ada di dalam UU ITE terbaru, meskipun berganti nomor dari Pasal 27 ayat (3) dari sebelumnya dalam UU ITE 2008 dan 2016 sekarang diganti dengan Pasal 27A," lanjutnya.
Selain itu, saat ini yang menjadi sorotan adanya pasal baru yakni Pasal 27B tentang Ancaman Pencemaraan Nama.
"Kemungkinan dengaan adanya kombinasi Pasal 27A dan Pasal 27B, persoalan kriminalisasi terhadap masyarakat, baik itu adalah whistleblower, jurnalis, aktivis, maupun masyarakat menyuarakan kebenaran itu masih akan menjadi kendala," ungkapnya.
Tak hanya itu, ada juga pasal 28 ayat 1 dan 2 yang menjadikan revisi kedua UU ITE ini semakin pedas.
Menguatnya peran pemerintah dalam mengontrol internet di Indonesia, yang tercermin dalam Pasal 40 dan Pasal 43 revisi UU ITE juga dikhawatirkan akan memunculkan persoalan baru.
Poin-poin Revisi UU ITE
Baca Juga: Makan Malam Berdua, Ini Makna di Balik Outfit Batik Prabowo Subianto vs Kemeja Putih Jokowi
1. Perubahan terhadap ketentuan Pasal 27 Ayat 1 mengenai muatan kesusilaan; l Ayat 3 mengenai muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik; dan Ayat 4 mengenai pemerasan atau pengancaman yang dengan merujuk pada ketentuan pasal dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang KUHP.