Secara kesimpulan, menurut para ulama, jika seseorang sudah membuat nazar, maka kewajiban hukumnya adalah untuk melaksanakannya. Hal ini berdasarkan pada dalil Al-Quran, di mana Allah SWT menegaskan bahwa seseorang yang telah bernazar harus memenuhi nazar tersebut.
Dengan demikian, asalkan nazar tersebut baik dan tidak melibatkan hal yang diharamkan, maka nazar tersebut harus dipenuhi.
Sebagaimana dijelaskan dalam Al-Quran:
ثُمَّ لْيَقْضُوا تَفَثَهُمْ وَلْيُوفُوا نُذُورَهُمْ
“Kemudian, hendaklah mereka menghilangkan kotoran yang ada pada badan mereka dan hendaklah mereka menyempurnakan nazar-nazar mereka.” (QS. Al Hajj: 29)
Allah dalam firmannya juga menjelaskan agar manusia melakukan nazarnya, selama nazar tersebut adalah suatu kebaikan dan tidak bertentangan dengan hukum serta agama.
إِنَّ الأبْرَارَ يَشْرَبُونَ مِنْ كَأْسٍ كَانَ مِزَاجُهَا كَافُورًا (٥)عَيْنًا يَشْرَبُ بِهَا عِبَادُ اللَّهِ يُفَجِّرُونَهَا تَفْجِيرًا (٦)يُوفُونَ بِالنَّذْرِ وَيَخَافُونَ يَوْمًا كَانَ شَرُّهُ مُسْتَطِيرًا (٧)
“Sesungguhnya orang-orang yang berbuat kebajikan minum dari gelas (berisi minuman) yang campurannya adalah air kafur, (yaitu) mata air (dalam surga) yang daripadanya hamba-hamba Allah minum, yang mereka dapat mengalirkannya dengan sebaik-baiknya. Mereka menunaikan nazar dan takut akan suatu hari yang azabnya merata di mana-mana.” (QS. Al Insan: 5-7)
Namun, jika nazar yang disampaikan adalah melakukan hal yang melawan hukum atau diharamkan oleh agama. Maka hal itu dilarang.
Baca Juga: Timnas AMIN Sebut Bakal Ada Kejutan dari Anies dalam Debat Capres Nanti Malam
Sebagaimana disampaikan oleh Sayyidah i ‘Aisyah RA, dari Nabi Muhammad SAW,