Suara.com - Hari Jumat (05/01/24) lalu, Kereta Api (Turangga) mengalami kecelakaan dengan Kereta Lokal Bandung Raya di wilayah Cicalengka, Bandung, Jawa Barat.
Kereta Api yang melayani relasi Bandung-Surabaya Gubeng tersebut memiliki jarak tempuh 696 km dengan waktu 10 jam 17 menit. Untuk mencapai jarak tersebut, KA Turangga memiliki kecepatan operasional 70–120 km/jam.
Sejarah KA Turangga
KA Turangga pertama kali beroperasi pada 1 September 1995 dengan rute Bandung–Surabaya kelas bisnis plus dan eksekutif.
Setelah itu, tepatnya 11 Oktober 1999, KA Turangga hanya tersedia dalam kelas eksekutif dengan rangkaian baru dari INKA yang keluar pada tahun 1999.
Selanjutnya, di tahun 2019, tepatnya 1 Desember, KA Turangga diperpanjang hingga stasiun Gambir. Namun, rute KA Turangga dikembalikan seperti semula per September 2020 karena keterisian rute Bandung-Jakarta.
Jika dilihat dari KBBI, Turangga berarti kuda atau bisa juga berarti warna pucat kekuningan atau kelabu. Untuk kereta ini sendiri diambil dari nama hewan kuda tunggangan para bangsawan Jawa.
Nama kereta api di Indonesia memang kerap dikaitkan dengan binatang magis, seperti Sembrani (kuda terbang), Sancaka (ular), Taksaka (naga), Turangga (kuda), dan Lodaya (macan).
Jika ditelusuri, nama itu sebagian terinspirasi dari kisah pertunjukan wayang atau epis Ramayana serta Mahabarata. Dengan begitu, kereta api bukan hanya sekedar alat transportasi, tetapi juga guratan kultur tentang Jawa dan Indonesia.
Baca Juga: 5 Kecelakaan Maut Kereta Api 'Adu Banteng' Selain KA Turangga, Ratusan Orang Tewas
Tragedi KA Turangga