Suara.com - Rencana megabintang Raffi Ahmad membangun beach club supermewah di kawasan Pantai Krakal, Kabupaten Gunung Kidul, Yogyakarta menuai kontroversi. Banyak pihak yang menolak pembangunan wisata mewah ini lantaran didirikan di atas kawasan lindung.
Jika beach club ini benar–benar beroperasi, Raffi Ahmad akan menjadi pelopor luxury tourism atau wisata premium di jalur selatan pulau Jawa. Memang belum banyak orang mengenal luxury tourism atau wisata mewah dengan konsumen terbatas kalangan borjuis ini. Namun, nuansa privat yang ditawarkan akan menjadi daya tarik tersendiri.
Sebelumnya, Raffi pernah menyebutkan beach club seluas setidaknya sepuluh hektare ini akan menyediakan 300 villa, resort, dan spa untuk menunjang kenyamanan dan waktu berwisata para turis. Pembangunan akan dilaksanakan secepatnya sehingga pada 2025 mendatang beach club ini sudah dapat menerima tamu.
Konsep luxury tourism sebenarnya bukan tren baru di Indonesia. Hotel-hotel mewah telah banyak dibangun di Pulau Dewata untuk menunjang wisata jenis ini. Sebut saja The Apurva Kempinski yang memiliki akses langsung menuju pantai–pantai di Nusa Dua, atau Padma Resort yang menawarkan pemandangan indah alam Ubud. Harga sewa untuk mengakses wisata ini pun tak main-main, bisa mencapai belasan juta per malam.
Baca Juga: Rencana Sandiaga 'Akali' Beach Club Raffi Ahmad Jadi Wisata Hijau Dikritik: Jangan Malu-maluin
Namun pembangunan beach club Raffi Ahmad diprediksi tak akan melenggang bebas seperti yang terjadi di Bali. Sejak sebelum dibangun, rencana ini mendapat banyak kritik, salah satunya dari Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Indonesia. Menurut Kepala Divisi Kampanye dan Data Informasi WALHI Elki Setiyo Hadi, wilayah yang akan dibangun beach club tersebut merupakan Kawasan Bentangan Alam Karst (KBAK) Gunungsewu bagian timur.
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 17 tahun 2012, Kawasan Bentang Alam Karst merupakan kawasan lindung geologi sebagai bagian kawasan lindung nasional. Artinya, pemanfaatannya tidak boleh berpotensi merusak kawasan bentang alam karst.
Apa Itu Luxury Tourism
Terlepas dari itu semua, warganet perlu mengenal lebih dalam apa itu luxury tourism. Melansir CBI website resmi Pemerintah Inggris, luxury tourism merupakan wisata mewah berbiaya tinggi yang hanya bisa diakses oleh kalangan konglomerat. Wisatawan mewah bisa membayar lebih untuk kualitas pengalaman perjalanan yang mereka inginkan.
Namun, ini tidak berarti bahwa mereka akan membayar harga berapa pun, tanpa berpikir. Sebaliknya, mereka akan mengukur fasilitas yang didapatkan dengan harga yang dianggap sepadan.
Baca Juga: Raffi Ahmad 'Kuasai' Bisnis di Gunungkidul: Bangun Beach Club sampai Warung Sambal
Banyak hal yang mempengaruhi sebuah tempat wisata bisa disebut mewah. Sebut saja tempat tersembunyi yang tenang di tepi sungai dengan pemandangan air terjun. Di sana ada fasilitas villa luas tanpa pengunjung lain alias seperti semuanya milik pribadi.
Kemewahan juga bisa diukur dari program yang ditawarkan. Salah satu yang paling disukai adalah bergabung dengan komunitas masyarakat tradisional termasuk pergi ke sekolah dan mengikuti aktivitas keseharian mereka.
'Warga Jadi Penonton di Tanah Sendiri'
Pakar Manajemen Bencana Geologi Universitas Pembangunan Nasional Yogyakarta, Nandra Eko Nugroho mengatakan, masyarakat harus memahami betul konsep luxury tourism yang akan dibangun oleh Raffi Ahmad di Gunungkidul. Konsep tempat wisata luxury tourism memiliki standar yang cukup tinggi dibandingkan model tempat wisata lainnya.
"K3 harus jelas, minimal pelayanan tersertifikasi, begitu juga personelnya," ungkap Nandra saat dihubungi Suara.com, Jumat (5/1/2024).
Pada umumnya, luxury tourism akan bekerja sama dengan pihak ketiga atau outsourcing untuk mempekerjakan karyawan dengan standar tertentu.
"Warga harus paham. Saya kasihan dengan warga jadi penonton di tanah sendiri," paparnya.
Sementara itu, dari sisi lingkungan juga dapat dipastikan akan mengalami kerusakan akibat pembangunan beach club mewah Raffi Ahmad tersebut.
Fungsi batuan karst adalah sebagai area tangkapan air. Batuan karst memiliki karakteristik pori-pori di permukaannya, sehingga air hujan yang mengenai batuan akan langsung terserap ke dalam pori-pori tanpa melewati tanah. Tak heran banyak dijumpai sungai bawah tanah di dalam perbukitan karst.
Apabila pembangunan beach club dengan merusak morfologi karst dilakukan, maka lanskap kawasan karst akan berubah, air limpasan semakin banyak yang berujung pada bencana banjir dan kekeringan. Tentu saja dampak ini akan dirasakan oleh warga lokal. Oleh karenanya, Nandra berharap warga lokal memahami betul segala dampak pembangunan wisata tersebut, bukan hanya melihatnya dari segi investasi saja.
"Karst itu bukan daerah kering, di bawahnya banyak airnya sebagai sumber air baku PDAM juga. Harus diingat warga bisa minum dari karst," tukasnya.
Kontributor : Nadia Lutfiana Mawarni