Suara.com - Belakangan ini sedang heboh mengenai kabar Korea Selatan akan memberi insentif sebanyak 650 ribu won atau sekitar Rp7,6 juta per bulan untuk para penyindiri yang terisolasi dalam mendukung stabilitas psikologi dan emosional mereka.
Siapa sangka ternyata banyak remaja di Korea Selatan sangat terisolasi dari dunia luar sehingga pemerintah turun tangan agar mereka mau bersosialisasi dengan masyarakat.
Menurut data Institut Kesehatan dan Sosial Korea, sekitar 3,1 persen penduduk berusia 19-39 tahun 'kesepian dan menyendiri', tinggal di ruang terbatas dalam keadaan terputus dari dunia luar selama lebih dari jangka waktu tertentu. Kondisi ini membuat mereka mengalami kesulitan hidup yang normal.
Berbagai faktor diperkirakan berperan, termasuk kesulitan keuangan, penyakit mental, masalah keluarga, atau tantangan kesehatan.
Baca Juga: Diduga Jadi Penyebab Aktor Lee Sun Kyun Bunuh Diri, Apa Itu Cancel Culture di Korea Selatan?
Apa yang dilakukan pemerintah Korea Selatan itu pun seolah menjadi langkah konkrit dalam menjawab studi yang digaungkan WHO.
WHO Sebut Kesepian Jadi Ancaman
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) baru-baru ini sempat bilang kalau kesepian termasuk sebagai ancaman kesehatan yang mendesak.
Bahkan, WHO membentuk Komisi Koneksi Sosial untuk membantu menyelesaikan masala tersebut. Komisi ini diketuai oleh U.S. Surgeon General Dr. Vivek Murthy dan African Union Youth Envoy Chido Mpemba, pun beranggotakan 11 pembuat kebijakan, thougt leader dan advokat.
Komisi ini berupaya menganalisi peran utama koneksi sosial dalam meningkatkan kesehatan masyarakat, hal ini sudah berlangsung selama 3 tahun.
Baca Juga: Ngeri! Begini Detik-Detik Ketua Partai Oposisi Korea Selatan Ditikam Pisau
"Tingginya angka isolasi sosial dan kesepian di seluruh dunia membawa konsekuensi serius untuk kesehatan dan kesejahteraan. Orang yang tak memiliki koneksi sosial yang kuat lebih rentan terkena stroke, gangguan kecemasan, demensia, depresi, bunuh diri, dan lainnya. Komisi WHO ini akan membantu membangun koneksi sosial sebagai prioritas yang paling menjanjikan," ungkap Direktur Jenderal WHO, Tedros Adhanom Ghbereyesus.
Menurut surevey hampir 1 dari 4 orang dewasa merasa kesepian. Survei itu dibuat oleh Gallup pada tahun 2023, sebanyak 24% orang dewasa mengaku merasa sangat ataupun cukup kesepian, di mana angka itu hampir mencapai seperempatan total dari responden.
Riset HCC Warga Jabodetabek Kesepian
Belum lama ini, sebuah riset dari Health Collaborative Center, mengungkap hasil risetnya yang menunjukkan bahwa banyak warga Jabodetabek yang mengalami kesepian.
Detailnya, sebanyak 44% dari total responden mengalami kesepian tingkat sedang dan 6% mengalami kesepian tingkat berat pada Oktober 2023, seperti yang diwartakan CNN Indonesia.
Peneliti utama Ray Wagiu Basrowi mengatakan, dari 44% responden yang merasa kesepian, sebagian besar di antaranya merupakan perantau, berusia muda di bawah 40 tahun, belum atau tidak menikah, dan berjenis kelamin perempuan.
Di samping itu, hasil riset juga menemukan bahwa lebih dari 600 orang tak sadar tengah mengalami kesepian.
Berikut rincian hasil survei 44% responden Jabodetabek yang mengalami kesepian tingkat sedang perempuan kesepian tingkat sedang: 52%,
belum menikah mengalami kesepian sedang: 59%, usia muda (kurang dari 40 tahun) mengalami kesepian sedang: 51%, warga perantau mengalami kesepian sedang: 56%.
Survei yang digelar sejak Oktober 2023 ini melibatkan 1.299 responden di Jabodetabek. Sebagian besar partisipan telah menikah atau 82%, perantau 32%, dan tinggal bersama orang tua 47%.