Suara.com - Rencana pembangunan beach club Raffi Ahmad di Pantai Krakal, Desa Kemadang, Kapanewon Tanjungsari, Gunungkidul, Yogyakarta menuai kritik dari Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI). Hal itu karena proyek beach club Raffi di Pantai Krakal termasuk dalam Kawasan Bentangan Alam Karst (KBAK) Gunung Sewu Bagian Timur yang merupakan kawasan lindung geologi.
Bahkan WALHI telah mengingatkan pembangunan beach club Raffi itu dapat berdampak merusak lingkungan serta negatif terhadap warga sekitar. Namun suami Nagita Slavina itu masih belum memberikan jawaban yang pasti terkait kritik dari WALHI tersebut. Simak deretan ancaman kerusakan akibat rencana pembangunan beach club Raffi Ahmad di Gunungkidul berikut ini.
1. Kekeringan
WALHI menyoroti potensi kerusakan lingkungan terkait rencana pembangunan beach club Raffi Ahmad. Kepala Divisi Kampanye WALHI Elki Setiyo Hadi menjelaskan bahwa pembangunan beach club itu dapat memperparah kekeringan di wilayah Kapanewon Tanjungsari.
Sebagai wilayah KBAK Gunungsewu, Desa Kemadang kapanewon Tanjungsari termasuk dalam zona perlindungan air tanah. Kawasan pantai Krakal mempunyai sungai bawah tanah dan mata air bawah tanah yang juga cadangan air bagi warga di sekitarnya. Meski mempunyai sungai bawah tanah, Kapanewon Tanjungsari merupakan wilayah yang rawan kekeringan.
Baca Juga: Rekam Jejak Bupati Gunungkidul, Izinkan Raffi Ahmad Bangun Beach Club di Kawasan Lindung
"Pembangunan resort yang mulai dibangun pada tahun 2024 dan akan selesai pada tahun 2025 semakin memperparah kekeringan di Kapanewon Tanjungsari," jelas Eki.
2. Kerusakan KBAK
WALHI menyebut beach club milik Raffi Ahmad itu akan berdiri di Kawasan Bentangan Alam Karst (KBAK) Gunungsewu. Proyek itu dinilai akan menabrak Permen ESDM nomor 17 tahun 2012 tentang KBAK.
"Pembangunan yang rencananya dibangun dengan luas 10 hektare itu dibangun di atas wilayah KBAK Gunungsewu bagian timur. Padahal dalam Permen 17 tahun 2012, KBAK adalah kawasan lindung geologi sebagai bagian kawasan lindung nasional, artinya pemanfaatannya tidak boleh berpotensi merusak kawasan bentang alam karst," jelas Elki.
3-4. Banjir dan Longsor
WALHI menilai pembangunan beach club Raffi itu kemungkinan akan merusak wilayah batuan karst serta daya tampung dan dukung air. Selain itu WALHI menyebut wilayah KBAK itu adalah zona rawan banjir dan amblesan tinggi.
Dengan luasnya pembangunan beach club milik Raffi Ahmad itu tidak menutup kemungkinan akan merusak wilayah-wilayah bebatuan karst di sekitarnya. Dengan hancurnya bukit karst itu dapat membuat daya tampung dan daya dukung air jadi rusak.
Baca Juga: Beda Harga Menu Restoran Raffi Ahmad dan Restoran Indonesia Lain di Perancis
"Wilayah kapanewon Tanjungsari punya zona-zona rawan bencana banjir dan zona rawan bencana amblesan tinggi. Pembangunan club beach dengan luas tersebut dapat memperbesar potensi terjadinya banjir dan longsor karena menghilangnya daya dukung dan daya tampung di wilayah Tanjungsari," tutur Elki.
5. Krisis Air Bersih
Bukan hanya WALHI, warganet juga mengkritik rencana pembangunan beach club Raffi di Gunungkidul. Sejumlah warganet khawatir warga setempat tidak kebagian air tanah gara-gara beach club Raffi tersebut.
"Ini yang jadi catatan, kasihan warga sekitar nantinya kalau air yang di bawah tanah disedot cuma untuk wisatawan," ujar netizen khawatir.
Masalah air bersih yang dibutuhkan warga juga sempat dibahas oleh Subino yang merupakan Dukuh Bruno II, Kalurahan Ngestirejo, Tanjungsari, Kabupaten Gunungkidul. Subino berharap pembangunan beach club milik Raffi itu tidak memiliki dampak negatif.
"Kami ingin pembangunan itu memiliki dampak positif ke masyarakat baik sosial, ekonomi maupun yang lain. Bukan dampak negatif termasuk budaya setempat," kata Subino di Padukuhan Bruno II pada Kamis (21/12/2023).
Subino menambahkan pembangunan beach club itu perlu dilakukan dengan mempertimbangkan dampak lingkungan atau ada analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL). Di Padukuhan Bruno II, Subino mengaku masih ada mayoritas warga yang membeli air.
Warga Bruno II secara umum masih memerlukan akses air bersih meski menurut Subino, situasi itu dapat diatasi. Sampai saat ini warga sekitar tidak ada yang memiliki sumur bor.
"Ada PAMDes juga tapi berbayar termasuk air lewat tangki. Minimal ketersediaan air ada. Tidak yang kering sampai membuat warga sangat kekurangan air itu tidak, kalau musim kemarau kan sudah ada dropping air," ujar Subino.
Kontributor : Trias Rohmadoni