Menilik Asal-Usul Nusantara dan Keunikan IKN

Rabu, 27 Desember 2023 | 10:55 WIB
Menilik Asal-Usul Nusantara dan Keunikan IKN
Ilustrasi IKN (ANTARA)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Debat cawapres hingga kini masih menjadi perbincangan publik. Perhelatan itu merupakan momen yang paling ditunggu-tunggu masyrakat untuk melihat kompetensi masing-masing calon.

Tentu saja pada acara itu terdapat banyak hal yang menarik perhatian publik. Salah satunya adalah pembangunan IKN.

Seperti yang diketahui, kalau keputusan pemindahan ibu kota dari DKI ke IKN kerap menuai pro kontra. Hal itu bermula ketika pemilihan lokasi IKN hingga pengesahan UU yang dinilai terburu-buru.

Namun, dalam debat cawapres beberapa hari yang lalu. Gibran Rakabuming Raka dan Mahfud MD setuju untuk melanjutkan pembangunan IKN sebagai warisan kepemimpinan Presiden Jokowi.

Baca Juga: Jadi Polemik, Ini Fungsi 3 Mikrofon Yang Dipakai Gibran Saat Debat Cawapres

Sebelum membahas lebih lanjut mengenai definisi IKN dan keunikannya. Mari kita bahas mengenai asal-usul nama Nusantara yang dipilih menjadi nama ibu kota baru.

Asal-Usul Nama Nusantara

Jika merujuk pada KBBI, Nusantara adalah sebutan nama bagi seluruh wilayah Kepulauan Indonesia. Akar nama ini berasal dari kata nusa yang artinya pulau dan antara yang berarti luar atau seberang.

Nama Nusantara ini sudah digunakan sejak era Majapahit pada abad 13.-15 yang dikenal sebagai penguasa adidaya pada masanya. Melansir dari buku Menggengga Nusantara Raya yang ditulis oleh Abdurrahman Misno,dkk nama Nusantara ini diketahui terus mengalami perkembangan.

Pertama, Nusantara pernah dipakai untuk sumpah palapa ole Mahapatih Gajah Mada tahun 1336. Dengan bunyi sumpah seperti ini.

Baca Juga: Pengamat Soal Gaya Gibran Pakai Bahasa Asing Saat Debat: Yang Muncul Arogansi Dan Sok Keminter

"Lamun huwus kalah Nusantara ingsun amukti palapa, lamun kalah ring Gurun, ring Seram, Tanjungpura, ring Haru, ring Pahang, Dompo, ring Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, samana ingsun amukti palapa (Jika telah mengalahkan Nusantara, saya (baru akan) melepaskan puasa. Jika mengalahkan Gurun, Seram, Tanjung Pura, Haru, Pahang, Dompo, Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, demikianlah saya (baru akan) melepaskan puasa)."

Nusantara dipahami sebagai kumpulan pulau yang terletak di luar Jawa seperti Kalimantan, Sulawesi, Semenanjung Malaya, hingga Filipina.

Pada masa Majapahit ini Nusantara diartikan sebagai daerah-daerah yang lain. Majapahit hanya menguasai daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur, tidak seluruh Indonesia.

Nama Nusantara juga memiliki istilah yang sinonim yang disebut sebagai Dwipantara. Hal itu pernah disebutkan oleh Raja Singasari tahun 1275. Istilah lengkapnya yaitu Cakrawala Mandala Dwipantara. Dwipantara adalah kata dalam bahasa Sansekerta untuk kepulauan antara.

Ki Hajar Dewantara juga pernah mengusulkan nama Nusantara sebagai alternatif nama negata yang akan dibentuk setelah kekuasaan Hindia Belanda.

Nusantara dipakai untuk pengertian antropo-geografik maupun politik, misalnya di Indonesia dikenal dengan istilah Wawasan Nusantara.

Keunikan IKN

Selain pemilihan nama yang unik, IKN juga memiliki hal lain yang menarik perhatian juga. Tentu saja bentuk pemerintahan berbeda dengan Jakarta.

Tidak seperti Jakarta yang memiliki kepala daerah yang menjabat selama periode jabatan, nantinya IKN akan memiliki apa yang disebut Kepala Otorita IKN Nusantara.

Tugasnya kemudian akan dibantu oleh Wakil Kepala Otorita IKN Nusantara yang memegang jabatan selama 5 tahun, dan bisa diangkat kembali pada jabatan yang sama.

Pejabat di IKN ini sendiri akan dipilih langsung oleh presiden setelah berkonsultasi dengan DPR secara langsung, sehingga idealnya bisa didapatkan calon terbaik dari apa yang ada pada opsi yang sudah diberikan sebelumnya.

Meski demikian, banyak pihak kemudian menyanggah berbagai aturan yang diajukan dalam RUU IKN yang dinilai bergeser dari nilai demokrasi yang selama ini dipegang. Pasalnya, nantinya urusan ibu kota negara baru akan ditangani oleh DPR-RI pusat, dan bukan DPRD setempat.

Urusan Ibu Kota Negara Nusantara ini akan diurus oleh legislatif pusat sehingga dinilai penguasaan data dan praktis pengambilan keputusan akan kurang komprehensif karena tak melibatkan elemen daerah.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI