Suara.com - Penelitian terbaru Health Collaborative Center (HCC) mengungkap temuan menarik, single atau jomblo berisiko 2 kali lipat lebih besar alami kesepian sedang, yang bisa berdampak pada kesehatan fisik sakit jantung hingga kematian jika tidak ditangani.
Peneliti utama dan Ketua HCC Dr. dr. Ray Wagiu Basrowi, MKK mengatakan temuan ini didapatkan pada 1.229 responden warga Jabodetabek, yang dinilai bisa mewakili hampir seluruh masyarakat Indonesia karena ada urbanisasi penduduk desa ke kota.
"Sebenarnya studi kami menemukan bahwa 60 persen orang yang tidak menikah atau jomblo itu ternyata diidentifikasi sebagai kesepian derajat sedang," ujar Dr. Ray di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Selasa (19/10/2023).
Dr. Ray menjelaskan kategori kesepian derajat sedang, adalah seseorang yang perlu mendapat bantuan ahli atau pakar seperti psikolog maupun psikiater untuk menangani kondisinya, dan tidak bisa diatasi sendiri. Tapi jika dibiarkan maka bisa masuk kategori derajat berat, yang efeknya bisa mengalami depresi, skizofrenia atau gangguan kesehatan mental lainnya.
Baca Juga: Seksolog Ingatkan Jomblo Jangan Keseringan Nonton Film Bokep, Emang Bahayanya Apa Sih?
Adapun tingkat skor kesepian secara umum dibagi dalam 4 tahap yaitu tidak kesepian, kesepian rendah, kesepian sedang dan kesepian berat. Pada tahap kesepian rendah mungkin bisa diatasi diri sendiri dengan bantuan support sistem, tapi pada tahap kesepian sedang dan berat maka harus segera mendaoat bantuan profesional.
Meski jomblo berisiko 2 kali lipat atau 60 persen alami kesepian sedang, tapi Dr. Ray menegaskan kondisi ini tidak serta merta terjadi, karena ada faktor lain yang meningkatkan risiko kesepian sedang yaitu perantau 56 persen, usia muda 20 hingga 40 tahun risikonya 51 persen, dan perempuan 52 persen.
Bahkan terdapat satu indikator penting yaitu 62 persen indikator kesepian dibentuk oleh perasaan tidak merasa cocok dengan pergaulan dan orang-orang di sekitarnya.
Dari data berbagai faktor inilah kata Dr. Ray tidak serta merta membuat status jomblo atau belum menikah selalu berhubungan dengan kesepian sedang, karena memerlukan skrining atau pemeriksaan dasar gangguan kesehatan mental lebih dulu.
"Jadi yang perlu dilakukan adalah skrining lagi, apakah benar karena status jomblonya? Atau karena dia tidak memiliki akses ruang publik. Atau mungkin dia tidak memiliki support yang mendukung, atau mungkin sebaliknya dia memiliki gangguan organik lain yang tidak disadari," jelas dokter yang juga kerap melakukan riset dan edukasi promosi kesehatan masyarakat itu.
Baca Juga: 4 Manfaat Hewan Peliharaan, Bisa Mengurangi Rasa Kesepian!
Dokter yang juga inisiator Kaukus Masyarakat Peduli Kesehatan Jiwa itu mengingatkan, setelah skrining dan dipastikan alami kesepian, tidak lantas jomblo harus menikah. Ini karena menikah juga bukanlah jawaban dan solusi masalah kesepian, tapi faktor pencetus kesepian tersebut.
"Kalau sudah jomblo dan kesepian disuruh nikah saja gitu, belum tentu. Karena kita tahu akan begitu banyak masalah yang ditemukan ketika orang belum siap nikah untuk nikah, tetapi komunikasi sekarang bukan soal status jomblo atau status belum menikah, cari variabel penghubungnya dulu," jelas Dr. Ray.
"Tetapi 47 persen yang sudah menikah pun tetap kesepian. Jadi tidak ada jaminan, satatus pernikahan itu memang tidak bisa dikatakan penyebab atau bukan penyebab kesepian," lanjutnya.
Dokter lulusan Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Sam Ratulangi (Unsrat) itu mengingatkan seorang jomblo harus mengetahui status kesehatan jiwanya, dan jika masuk kategori kesepian sedang hingga berat maka segera diterapi.
"Karena kesepian bisa memberikan dampak yang cukup fatal kalau dibiarkan," paparnya.
Terakhir, Dr. Ray mengingatkan kondisi ini bukan angka yang baik bakan cenderunh tidak menyenangkan, mengingat Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO, sudah memperingatkan tentang bahaya laten dari kesepian itu sendiri.
"WHO sendiri sudah mengeluarkan rekomendasi bahwa bahaya dari kesepian dapat meningkatkan terjadinya gangguan kesehatan jiwa, meningkatkan risiko penyakit-penyakit jantung dan pembuluh darah yang berbahaya bahkan meningkatkan risiko kematian,” pungkas Dr. Ray.
Sementara itu hasil penemuan ini didapatkan dari penelitian 3 bulan terakhir sejak November 2023, dilakukan dengan metode survey menggunakan UCLA Loneliness Scale yang tervalidasi Bahasa Indonesia bersama Yoli Farradika, MEpid sebagai Research Associate.
Terdapat 1229 responden mayoritas Jabodetabek, dengan mayoritas perempuan rentang usia antara 21 hingga 60 tahun. Data diolau dengan metode random sampling dan margin of error 1.6 dan mendapatkan izin etik dari Komisi Etik Kesehatan.