Suara.com - Dalam masyarakat tradisional, memasak seringkali dianggap merupakan tugas dan tanggung jawab perempuan. Namun, saat bicara dunia memasak profesional, jumlah perempuan yang menjadi chef relatif lebih sedikit dibandingkan dengan laki-laki.
Hal itu juga kurang lebihnya diakui oleh William Gozali alias WillGoz, salah satu chef jebolah kompetisi memasak Master Chef. Saat menjadi narasumber podcast dengan Boris Bokir, WillGoz sempat mengatakan bahwa dalam dunia profesional, chef perempuan cukup banyak.
"Hanya saja ditempatkan di tempat yang mungkin lebih tidak membutuhkan tenaga besar, kaya misalkan pastry, roti. Kalau pun hot kitchen, tapi itulah tadi gue bilang hot kitchen itu solid. Cowok enggak mungkin ngebiarin cewe ngankat yang terlalu berat, pasti dibantu," ujar Willgoz dalam kesempatan itu.
Meski demikian, Willgoz menegaskan bawa itu bukan berarti perempuan lemah. Ia menjelaskan, perempuan yang bekerja sebagai cehf profesional memiliki kekuatan dan ketangguhan, baik secara mental dan kecepatan. Bahkan, juga biasa kerja di bawah tekanan.
Baca Juga: Kabar Seru Bagi Para Perempuan Penyuka Sport Otomotif, Formula E Lanjutkan FIA Girls on Track
"Termasuk Chef Renatta, dia juga hot kitchen, woh buset bukan kuat lagi dia, kuat banget, setahu gue dia punya luka bakar, tapi itu tidak memberhentikan dia atau kapok," ujar WillGoz.
Dalam sebuah video 'HARTA TAHTA CHEF RENATTA - ARNOLD POE' yang diunggah akun YouTube Arnold Poernomo, Chef Renatta juga pernah membagikan pengalamannya di situ. Perut, tangan, dan kakinya memang pernah menjadi korban luka bakar saat ia saat ia memulai sekolah memasaknya.
"Ini cuma dibagian kanan tubuh atas. Untungnya pas meledak, gue bagian refleksnya begini (angkat tangan dan menghadap ke kiri). Jadi kenanya pas tangan (kanan)," sambungnya lagi.
Juri MasterChef Indonesia itu bilang akibat kejadian itu menjalani perawatan cukup lama di rumah sakit. Kejadian itu terjadi sebelum dia memulai sekolah masaknya di Paris, Perancis.
"Lumayan sih. Setahun recovery-nya. Itu pas gue umur 18 tahun. Itu belum mulai sekolah masak. Banyak orang mikirnya oh ada luka bakar yah mungkin dari pekerjaan. Nggak," ungkapnya.
Baca Juga: Intip Bisnis dan Kekayaan Chef Renatta, Kini Diduga Sudah Menikah dengan Antoine Fantino
Beruntungnya kejadian itu tidak membuat mantan kekasih Dikta Yovie and Nuno ini trauma terhadap dunia masak memasak.
"Itu nggak trauma tapi memorable. Cuma kalau bau gas bocor gue mundur-mundur. Justru itu jadi lebih hati-hati sama gas," kata Chef Renatta.
Seperti dikutip dari riset berjudul, Chef Minoritas Di Tempat Kerja: Perempuan di Dapur Tradisiona, memaparklan bahwa data dari Office of menyebutkan bahwa dari 250 ribu chef profesional di Inggris, jumlah chef perempuan hanya mencapai 18,5 persen atau sekitar 46 ribu orang saja.
Sementara itu, di Indonesia, menurut data organisasi chef terbesar di Indonesia, Indonesian Profesional 127 Chef Association (ICA), yang diketuai oleh Chef Henry Alexie Bloem (periode 2018–2024), hingga akhir 2016, dari sekitar 2.200 anggota ICA yang terdiri dari chef, staf pengajar di bidang kuliner-perhotelan, pengusaha, serta pemerhati kuliner, jumlah anggota laki-lakinya mencapai 80 persen, sedangkan anggota perempuannya hanya 20 persen.
Bahkan, chef perempuan yang kecil jumlahnya itu disebutkan tidak ada yang menempati jabatan strategis di organisasi chef terbesar se-Indonesia itu. Data lain dari organisasi chef profesional berbeda di Indonesia, yaitu ACP (Association Chef Professional) yang diketuai oleh Chef Stefu Santoso, dalam sejumlah kegiatan kuliner berskala internasional, jumlah keterlibatan chef perempuan yang mengambil peran sebagai juri pada acara kompetisi memasak (salah satunya acara tahunan berskala internasional, SIAL Interfood), adalah 24 juri adalah chef laki-laki dan juri chef perempuan hanya 7 orang.
Dalam kesimpulannya, peneliti dari riset tersebut menyatakan diskrininasi halus di tempat kerja dapur profesional masih terus terjadi dan dialami oleh chef perempuan, sebagaimana tergambar pada penelusuran sejumlah literatur. Bentuk diskriminasi halus yang memosisikan perempuan pada stigma tertentu di dapur profesional terutama diakibatkan oleh konstruksi sosial yang menganggap perempuan makhluk lemah, tidak sanggup mengangkat alat dapur yang berat, tidak kompetitif, serta tidak cocok bekerja dengan jam kerja sangat panjang.
Masalah itulah pada akhirnya memengaruhi jumlah perempuan yang terlibat di dunia kerja dapur profesional dan proses pengambilan keputusan ketika dihadapkan pada dua pilihan abadi, yakni melanjutkan karier di dapur profesional hingga ke jenjang lebih tinggi atau berfokus pada keluarga.