Suara.com - Nama Bivitri Susanti saat ini banyak diperbincangkan usai menolak tawaran KPU sebagai panelis debat capres 2024 yang akan dilaksanakan pada Selasa, 12 Desember 2023.
Dikabarkan bahwa tawaran tersebut diberikan kepada Bivitri Susanti pada Jumat, 8 Desember 2023. Namun, dengan tegas, ia menolaknya.
Lalu, apa alasan sang Pakar Hukum Tata Negara tersebut menolak tawaran KPU untuk menjadi panelis debat capres 2024?
Rupanya, Bivitri mengaku bahwa format debat yang dibuat kurang bermanfaat. Hal tersebut disampaikan langsung oleh yang bersangkutan kepada awak media.
"Jadi ada 2 alasan sih. Alasan pertama itu alasan personal pastinya karena saya merasa kurang bermanfaat kalau saya ikutan," kata Bivitri.
Sekadar informasi, wanita berkacamata ini sebelumnya juga ditunjuk sebagai panelis debat capres 2019. Pada saat itu, dia bersedia dan menerima tawaran tersebut.
Bivitri mengatakan bahwa debat capres tahun ini tak jauh beda dengan debat capres 2019 sehingga ia enggan untuk menjadi panelis untuk kedua kalinya.
"Buat saya itu enggak nyaman gitu. Karena kalau dibilang panelis kan orang jadi punya ekspektasi kan bahwa kami punya peran yang lebih dalam dari sekadar buat pertanyaan," pungkasnya.
Dua kali ditunjuk KPU sebagai panelis debat capres, rupanya Bivitri Susanti bukanlah sosok wanita sembarangan.
Berdasarkan profilnya, Bivitri merupakan seorang pakar atau pengamat Hukum Tata Negara Indonesia. Tak hanya itu, ia juga merupakan pengajar di Sekolah Tinggi Hukum (STH )Indonesia Jentera.
Bivitri lulus sarjana dan berhasil mendapatkan gelar Sarjana Hukum dari Fakultan Hukum Universita Indonesia pada tahun 1999 silam.
Selama menjadi mahasiswa, ia dan para seniornya mendirikan Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK).
Kemudian, Bivitri melanjutkan pendidikannya dengan menempuh Master of Laws di Universitas Warwick, Inggris pada tahun 2002. Setelah lulus, dia kembali melanjutkan ke jenjang doktoral di University of Washington School of Law, Amerika Serikat.
Dikenal sebagai sosok yang aktif dalam pembaruan hukum, dia merumuskan beberapa konsep dan langkah-langkah pembaruan, seperti Koalisi Konstitusi Baru (1999-2002), penulisan Cetak Biru Pembaruan Peradilan, Tenaga Ahli untuk Tim Pembaruan Kejaksaan (2005-2007), Tenaga Ahli untuk Dewan Perwakilan Daerah (2007—2009), dan advokasi berbagai undang-undang.
Pada tahun 2013-2014, dia menjadi research fellow di Harvard Kennedy School of Government. Dua tahun kemudian, dia menjadi visiting fellow di Australian National University School of Regulation and Global Governance.
Bivitri pernah mendapatkan penghargaan sebagai Pemikir Muda Hukum Tata Negara pada 2018 dalam Anugerah Konstitusi M. Yamin dari Pusat Studi Konstitusi Universitas Andalas dan Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara-Hukum Administrasi Negara (APHTN-HAN).
Nah, itulah profil Bivitri Susanti yang ternyata merupakan sosok wanita hebat yang memiliki kecerdasan dan ilmu hukum luar biasa.
Kontributor : Damayanti Kahyangan