Suara.com - Pemakaman seorang yang terpidana kasus korupsi di Taman Makam Pahlawan (TMP) Suropati, Kota Batu menjadi sorotan pihak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Siapakah napi tersebut, berikut informasinya.
KPK menyoroti pemakaman terpidana kasus korupsi yakni Eddy Rumpoko yang dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kota Batu. Mantan Wakil Wali Kota Batu, Punjul Santoso mengaku bahwa usulan pemakaman jenazah Eddy Rumpoko di TMP tersebut berasal dari rekan-rekan Pemkot Kota Batu.
Eddy Rumpoko diketahui meninggal dunia pada 30 November 2023 lalu. Sebelum meninggal, ia juga sempat dirawat di RSUP dr Kariadi, Semarang.
KPK Minta Prosedur Pemakaman di TMP Ditinjau Kembali
Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron meminta agar selanjutnya dilakukan peninjauan kembali terhadap prosedur pemakaman di TMP. Dirinya menyesalkan apabila seseorang yang telah dinyatakan bersalah dalam putusan hukum atas kasus korupsi juga secara langsung telah merugikan dan mengkhianati bangsa Indonesia ternyata dimakamkan di Taman Pahlawan.
Sehingga, peninjauan ulang perlu dilakukan terkait siapa yang berhak dimakamkan di TMP. Karena, sebanyak apapun penghargaan yang dimiliki tetapi ia terbukti korupsi, seharusnya tidak layak untuk dimakamkan di TMP.
Pernah Menyandang Penghargaan dari LVRI
Diketahui, mendiang Eddy pernah mendapat penghargaan dari Legiun Veteran Republik Indonesia (LVRI) di Jakarta pada 2015 silam. Hal itulah yang menjadi pertimbangan para anggota LVRI yang kemudian mengusulkan lokasi pemakaman Eddy kepada Wali Kota Batu, Dewanti Rumpoko. Dewanti sendiri merupakan istri dari Eddy yang menjabat sebagai Wali Kota Batu usai menang pada Pilkada 2017 lalu.
Berstatus Tahanan Saat Meninggal
Baca Juga: KPK Protes, Bisa-bisanya Koruptor Dikebumikan Di Makam Pahlawan
Saat meninggal dunia, Eddy masih berstatus sebagai tahanan kasus korupsi di Lapas Semarang yang kemudian dimakamkan di TMP Suropati, Kota Batu pada 30 November lalu. Eddy Rumpoko sempat terlibat dalam dua kasus korupsi yang ditangani KPK. Kasus pertama, Eddy Rumpoko kena OTT KPK pada 2017 dan dihukum 3 tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Surabaya. Namun, ia kemudian dihukum 5,5 tahun penjara pada tingkat kasasi karena telah terbukti menerima suap.