Suara.com - Belakangan ini kembali muncul mengenai isu pernikahan dini di Indonesia. Siapa sangka menurut data Kementrian Perlindungan dan Pemberdayaan Anak (KemenPPA) di tahun 2022 ada sekitar 55.000 dispensasi kawin yang diterbitkan oleh PA.
Jumlah ini sebenarnya mengalami penurunan di banding tahun 2021 yang kala itu mencapai angka 65.000. Sementara itu, menurut UNICEF di tahun 2022 Indonesia menduduki peringkat 8 di dunia dan 2 ASEAN sebegai negara dengan kasus pernikahan dini terbanyak yang mencapai jumlah 1,5 juta.
Tentu saja isu ini sangat mengkhawatirkan mengingat pada tahun 2020 BPS, Bappenas, UNICEF, dan PUSPAKA UI membuat sebuah laporan bertajuk "Prevention of Child Marriege: Acceleration that cannot wait," hal itu membahas mengenai efek domino pernikahan dini yang sangat mengkhawatirkan.
Hal itu sangatlah erat dengan tingkat pendidikan, kemiskinan, kekerasan dalam rumah tangga dan perceraian sehingga sebaiknya ada pencegahan. Ditambah kebanyakan anak yang menikah dini adalah perempuan yang beranggapan bahwa tidak ada pilihan lain.
Lantas apa sih bahaya dari pernikahan dini bagi anak-anak. Berikut ulasannya.
Dampak Negatif Pernikahan Dini
Oleh karena itulah, pernikahan dini bisa memicu banyak efek, baik dalam sisi fisik maupun psikologis.
Berikut beberapa di antaranya:
1. Masalah Kesehatan Mental
UNICEF menyebutkan remaja sebenarnya belum memiliki kemampuan untuk mengendalikan emosi dan mengambil keputusan dengan bijak. Karena mereka masih membutuhkan arahan dari orang tua.
Ini berarti, saat konflik rumah tangga terjadi, pasangan kerap kali mengutamakan kekerasan sebagai solusi untuk menyelesaikan masalah tersebut.
Tidak hanya itu, masalah mental juga bisa muncul karena wanita yang mengalami keguguran.
Ini karena tubuh yang masih belum optimal untuk hamil dan melahirkan pada usia belia, sehingga keguguran pun sangat rentan terjadi.
2. Potensi Tekanan Sosial
Tekanan sosial ini karena suami biasanya harus bertanggung jawab menjadi kepala keluarga dan mencari nafkah. Sementar istri, memiliki beban dan tanggung jawab terhadap semua urusan rumah tangga dan mendidik anak.
Padahal pasangan yang menikah di usia sangat muda belum siap sepenuhnya untuk mengemban tanggung jawab itu.
Jika mereka tidak berhasil memenuhi tugas itu, orang-orang kerap mengucilkan dan menganggap mereka buruk.
3. Berisiko KDRT
Merujuk pada laman Halodoc, studi mengatakan wanita yang melakukan pernikahan dini memiliki risiko mengalami kekerasan dalam rumah tangga yang lebih tinggi.
Sebab, usia yang masih sangat belia untuk membina hubungan rumah tangga kerap kali membuat pasangan masih belum dapat berpikir logis dan dewasa.
Selain itu, keadaan emosi anak juga belum stabil yang membuat mereka sangat mudah terbawa emosi, ego, dan amarah.
Akhirnya, masalah yang muncul bukan mendapat solusi dan penyelesaian melalui diskusi dan komunikasi, melainkan lebih sering menggunakan kekerasan, baik verbal maupun fisik.