Suara.com - Jumlah pengungsi Rohingya yang meninggalkan kamp-kamp padat penduduk di Cox's Bazar di pantai tenggara Bangladesh dan menyeberangi laut sepanjang 1.800 kilometer (1.120 mil) ke selatan menuju Indonesia dengan perahu reyot terus meningkat.
Polisi dan nelayan Indonesia sempat mengatakan bahwa mereka telah mulai berpatroli di wilayah provinsi Aceh, di ujung barat laut Sumatra, untuk mencegah pendaratan kapal pengungsi.
Sebagai infomrasi, lebih dari 1.000 orang Rohingya telah tiba di bulan ini, jumlah terbesar sejak tahun 2015. Sekitar 1 juta Muslim Rohingya tinggal di kamp pengungsi kumuh di Cox's Bazar. Pada tahun 2017, militer Myanmar memulai tindakan keras brutal terhadap warga Rohingya yang tinggal di negara bagian Rakhine, menghancurkan desa-desa dan membunuh ribuan orang.
Ratusan ribu lainnya melarikan diri melintasi perbatasan ke Bangladesh. PBB kemudian menyebut apa yang terjadi sebagai "contoh nyata dari pemberangusan etnis."
Baca Juga: Pengungsi Rohingya Di Aceh Akan dikembalikan Ke Negara Asal, Tepatkah?
Pertanyaannya kemudian, kenapa orang-orang Rohingya terusir dari tempat tinggalnya dan melarikan diri ke berbagai negara termasuk Indonesia?
Untuk memahami perstina ini, penting untuk sedikit mundur pada tahun 2017. Pada bulan Agustus 2017, serangan bersenjata, kekerasan berskala besar, dan pelanggaran hak asasi manusia yang serius memaksa ribuan warga Rohingya meninggalkan rumah mereka di Negara Bagian Rakhine, Myanmar.
Banyak di antara mereka yang berjalan berhari-hari melewati hutan dan melakukan perjalanan laut yang berbahaya melintasi Teluk Benggala untuk mencapai tempat aman di Bangladesh. Kini, lebih dari 960.000 orang telah menemukan tempat aman di Bangladesh dan mayoritas tinggal di wilayah Cox Bazar – yang merupakan lokasi kamp pengungsi terbesar di dunia. PBB menggambarkan Rohingya sebagai “minoritas yang paling teraniaya di dunia.”
Siapakah orang Rohingya?
Rohingya adalah kelompok etnis minoritas Muslim yang telah tinggal selama berabad-abad di Myanmar yang mayoritas penduduknya beragama Buddha – yang sebelumnya dikenal sebagai Burma. Meskipun telah tinggal di Myanmar selama beberapa generasi, etnis Rohingya tidak diakui sebagai kelompok etnis resmi dan tidak diberi kewarganegaraan sejak tahun 1982, menjadikan mereka populasi tanpa kewarganegaraan terbesar di dunia.
Baca Juga: Nasib Persipura Gagal Promosi ke Liga 1, Ini 8 Klub yang Lolos ke 12 Besar Liga 2 2023/2024
Sebagai populasi tanpa kewarganegaraan, keluarga-keluarga Rohingya tidak mendapatkan hak-hak dasar dan perlindungan serta sangat rentan terhadap eksploitasi, kekerasan seksual dan berbasis gender (SGBV) dan pelecehan.
Bagaimana awal mula krisis pengungsi Rohingya?
Rohingya mengalami kekerasan, diskriminasi dan penganiayaan selama puluhan tahun di Myanmar. Eksodus terbesar mereka dimulai pada Agustus 2017 setelah gelombang kekerasan besar-besaran terjadi di Negara Bagian Rakhine, Myanmar, yang memaksa lebih dari 742.000 orang – setengah dari mereka adalah anak-anak – mencari perlindungan di Bangladesh. Seluruh desa dibakar habis, ribuan keluarga terbunuh atau terpisah dan pelanggaran hak asasi manusia besar-besaran dilaporkan. Minoritas Hindu Rohingya terlibat dalam kekerasan di Myanmar
Kemana pengungsi Rohingya mencari perlindungan?
Lebih dari 1 juta pengungsi Rohingya melarikan diri dari kekerasan di Myanmar dalam gelombang pengungsian berturut-turut sejak tahun 1990an. Saat ini, lebih dari 960.000 pengungsi Rohingya tinggal di Bangladesh dan mayoritas menetap di dan sekitar kamp pengungsi Kutupalong dan Nayapara di wilayah Cox’s Bazar Bangladesh – salah satu kamp pengungsi terbesar dan terpadat di dunia.
Lebih dari separuh pengungsi Rohingya di Bangladesh (52 persen) adalah anak-anak, sementara 51 persen terdiri dari perempuan dan anak perempuan. Populasi pengungsi saat ini berjumlah sepertiga dari total populasi di wilayah Cox’s Bazar, sehingga dukungan terhadap komunitas tuan rumah sangat penting untuk hidup berdampingan secara damai. Kehidupan di pengasingan bagi pengungsi Rohingya di Kutupalong, kamp pengungsi terbesar di dunia
Sejak tahun 2021, untuk mengurangi kepadatan di 33 kamp di Cox’s Bazar, hampir 30.000 pengungsi telah direlokasi ke pulau Bhasan Char oleh Pemerintah Bangladesh. Meskipun layanan perlindungan dan bantuan kemanusiaan telah ditingkatkan di pulau ini, masih terdapat kesenjangan yang signifikan dalam pemberian layanan dan keberlanjutan bantuan penting.
Pengungsi Rohingya juga mencari perlindungan di negara-negara tetangga lainnya seperti Thailand (92.000) dan India (21.000), dan jumlah yang lebih kecil menetap di india, Nepal dan negara-negara lain di kawasan ini.
Bentrokan bersenjata di seluruh Myanmar terus memicu perpindahan, menjadikan jumlah total pengungsi internal (IDP) di negara tersebut menjadi lebih dari 1,8 juta – termasuk 1,5 juta di antaranya telah menjadi pengungsi internal sejak Februari 2021.