Suara.com - Sosok Selvi Ananda belakangan juga ikut menjadi sorotan publik. Istri dari Gibran Rakabuming itu, dalam beberapa kesempatan memang ikut menemani sang suami untuk melakukan kampanye sebagai Cawapres.
Belum lama ini, Selvi Ananda juga ikut turun ke lapangan saat Gibran Rakabuming menyapa warga ke daerah Poris Gaga, Tangerang, Banten. Dalam kesempatan itu, Gibran Rakabuming dan Selvi Ananda membagikan buku tulis dan susu ke anak-anak di Poris Gaga.
Saat memberikan susu, Selvi Ananda mengatakan bahwa susu itu penting agar anak tidak stunting.
"Ini nanti dibagikan susu, yang boleh minum di atas 2 tahun. Jangan lupa anak-anak dibawa ke posyandu ya, Bu, kita nggak pengin anak-anak kurang gizi, stunting," kata Selvi Ananda kepada warga di Poris Gaga, Tangerang, Banten, baru-baru ini.
Baca Juga: Dari Anak Penjual Ayam Jadi Mantu Presiden, Weton Selvi Ananda Sudah Jadi Tanda?
Tapi, benarkah argumentasi Selvi Ananda bahwa susu bisa mencegah stunting?
Seperti dikutip dari situs Cegah Stunting, upaya penurunan stunting dilakukan melalui dua intervensi gizi, yaitu intervensi spesifik dan intervensi sensitif.
Intervensi spesifik yakni upaya langsung mengatasi penyebab terjadinya stunting dan umumnya diberikan oleh sektor kesehatan seperti asupan makanan, pencegahan infeksi, status gizi ibu, penyakit menular dan kesehatan lingkungan.
Sementara itu, intervensi sensitif umumnya dilakukan dengan kegiatan yang berhubungan dengan penyebab tidak langsung stunting.
Dalam jurnlal Lancet, penanggulangan permasalahan gizi, intervensi sensitif memiliki kontribusi sebesar 70 persen sementara intervensi spesifik menyumbang sekitar 30 persennya.
Baca Juga: Datang dari Keluarga Sederhana, Selvi Ananda Buktikan Mampu Bangun Gurita Bisnis Bareng Gibran
Bagaimana dengan susu? Benarkah bisa mencegah stunting?
Mahasiswa Doktoral di Nutritional Biology, University of California, Davis, Davrina Rianda seperti dikutip dari The Conversation, mengatakan bahwa produsen dan pemasaran susu formula (sufor) yang agresif justru bisa mengancam upaya penanganan stunting.
Seorang mahasiswa doktoral di bidang Nutritional Biology dari University of California, Davis, Davrina Rianda dalam sebuah kutipan dari The Conversation menggarisbawahi bahwa pendekatan agresif dalam pemasaran susu formula (sufor) bisa mengganggu upaya penanganan stunting.
Menurut Davrina, anak-anak di bawah usia tiga tahun sering mengonsumsi sufor. Data dari survei Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menunjukkan bahwa 72,9% dari anak usia 6–23 bulan yang tidak lagi mendapatkan ASI beralih ke susu formula.
Davrina khawatir, tanpa pembatasan yang ketat terhadap pemasaran sufor, target penurunan stunting dari 21,6% pada tahun 2022 ke 14% tahun depan akan sulit dicapai.
Dia menekankan bahwa meskipun sufor dirancang secara khusus, tidak ada kandungan dalam sufor yang dapat menandingi manfaat ASI, terutama dalam mendukung sistem kekebalan tubuh anak.
Anak-anak dengan kekebalan tubuh yang kurang rentan terhadap penyakit, yang menyebabkan mayoritas zat gizi yang mereka konsumsi digunakan untuk melawan penyakit, bukan untuk pertumbuhan. Ini membuat ASI eksklusif tetap menjadi langkah terbaik untuk mencegah stunting.
Namun, penggunaan sufor pada anak-anak di bawah tiga tahun seringkali tidak memperhatikan pola makan yang tepat bagi bayi dan anak.
Sufor kadang menjadi alternatif saat anak tidak mau makan, meskipun pada masa ini sangat penting untuk memperkenalkan anak pada berbagai jenis makanan dari segi rasa, tekstur, dan penampilan.
Data menunjukkan bahwa 71% sufor untuk batita memiliki tingkat gula yang tinggi menurut standar Badan Standar Makanan Inggris (UK FSA). Rata-rata kandungan gula pada sufor batita adalah 7,3 gram per 100 ml, setara dengan minuman berpemanis.
Hal ini berisiko membangun preferensi anak terhadap rasa manis pada masa awal kehidupan, membuat orangtua cenderung memilih makanan dan minuman yang manis sesuai dengan keinginan anak.
Studi di Bandung menunjukkan bahwa konsumsi kudapan, termasuk minuman manis, pada anak-anak dengan frekuensi yang tinggi dan sejak dini berkaitan dengan tingkat stunting yang lebih tinggi.
Makanan atau minuman manis pada masa balita ini bisa menggantikan makanan bergizi yang diperlukan untuk mencegah stunting, terutama pada rentang usia 6 bulan–2 tahun. Pada periode ini, kebutuhan zat gizi untuk pertumbuhan sering tidak tercukupi karena pola makan anak tidak seimbang.