Suara.com - Pelepasliaran satwa dilindungi yang sebelumnya dipelihara secara ilegal oleh masyarakat, tak bisa dilakukan sembarangan. Termasuk untuk Elang Brontok, burung pemangsa yang habitatnya berada di pegunungan dan dataran tinggi.
Kepala Balai Taman Nasional Gunung Halimun Salak (BTNGHS) menjelaskan jika elang brontok yang memiliki nama ilmiah Nisaetus cirrhatus mendiami berbagai jenis habitat, mulai dari hutan hujan primer, tepian hutan, hingga daerah pegunungan. Kehadirannya menandakan fleksibilitas adaptasinya terhadap lingkungan yang beragam. Mereka bahkan dapat ditemukan di sepanjang tepian kota dan pemukiman manusia.
Mengutip laman resmi Kebun Binatang Gembira Loka, satu ciri khas yang membedakan elang brontok adalah jambul di kepalanya. Jambul ini memberikan tampilan yang sangat khas, memberikan kesan karismatik pada burung ini. Meskipun tidak semua individu memiliki jambul yang sama besar, keberadaannya menjadi salah satu ciri yang membedakan elang brontok dari spesies elang lainnya.
Sebagai predator tangguh, elang brontok memiliki kebiasaan berburu yang terampil. Mereka memangsa berbagai mangsa, termasuk burung kecil, mamalia kecil, dan reptil. Kelihaian mereka dalam menangkap mangsa melibatkan keterampilan terbang tinggi dan tajamnya penglihatan.
Baca Juga: Aksi Minta Pemerintah Tetapkan Monyet sebagai Satwa Dilindungi
Dengan keelokan jambulnya, keahlian berburunya, dan peran pentingnya dalam ekosistem, elang brontok terus mempesona dan menjadi bagian integral dari keanekaragaman hayati di langit Asia. Upaya pelestarian dan pengelolaan yang bijaksana menjadi kunci untuk memastikan bahwa kehadiran mereka tetap bersinar dalam keindahan alam.
Inilah yang menjadi alasan pelepasliaran elang brontok bernama Bruno dan Starla dilakukan di area operasional Star Energy Geothermal Salak, Ltd. (SEGS). SEGS adalah bagian dari perusahaan energi terbarukan milik Barito Pacific yaitu PT Barito Renewables Energy Tbk. Pelaksanaan kegiatan pelepasliaran ini merupakan program pelestarian keanekaragaman hayati kerja sama antara BTNGHS bersama dengan SEGS.
“SEG melalui SEGS selalu berkomitmen untuk mendukung pelestarian alam, flora dan fauna yang ada di wilayah operasional kami. Star Energy Geothermal yang selama ini beroperasi berdampingan dengan Taman Nasional Gunung Halimun Salak secara moral maupun regulasi selalu ikut terlibat melestarikan flora dan fauna yang ada disekitar area kerja Star Energy. Kegiatan pelepasliaran Elang Brontok ini merupakan kegiatan ke delapan kali yang telah dilakukan di wilayah kami,” tutur Jafar Ma’arif, Wakil Aset Manager SEGS, dalam siaran pers yang diterima Suara.com.
Dalam komentarnya, Zerry Antro, Head of Policy, Government and Public Affair SEG, menyatakan kebanggaannya karena SEGS kembali dipilih sebagai lokasi pelepasliaran Elang Brontok. Ini dianggap sebagai contoh praktik terbaik kelas dunia dalam menjalankan pembangkit geothermal dengan standar lingkungan tinggi dan dampak minimal terhadap biodiversitas lingkungan sekitar.
Komitmen SEGS dalam menjaga alam dan keanekaragaman hayati mendapat penghargaan dari TNGHS. Irja Azhar, Kepala Balai TNGHS, memberikan apresiasi dan berharap upaya tersebut dapat terus menjaga serta melestarikan alam dan isinya.
Bekerjasama dengan TNGHS, SEGS telah melepasliarkan Elang Brontok sebagai bagian dari upaya pelestarian keanekaragaman hayati. Selama periode 2015 hingga 2023, Pusat Suaka Satwa Elang Jawa–BTNGHS telah berhasil melepasliarkan 62 individu Elang.
Menurut penilaian tim lapangan Balai TNGHS, area SEGS yang dipilih untuk pelepasliaran Elang Brontok sangat mendukung hidup satwa tersebut. Habitatnya berupa hutan alam yang berbatasan dengan kebun teh, tempat yang disukai oleh Elang Brontok. Selain itu, kondisi habitat yang melimpah pakan dan aksesibilitas yang mudah dijangkau menjadikan lokasi tersebut ideal untuk pelepasliaran.
SEGS berkomitmen untuk terus bekerjasama dengan Balai TNGHS dan pemangku kepentingan lainnya dalam upaya pelestarian alam dan keanekaragaman hayati. Selain Elang Brontok, SEGS juga telah melepasliarkan Macan Tutul di kawasan operasionalnya pada 23 Mei lalu, dengan harapan memberikan kontribusi positif bagi pelestarian alam dan keanekaragaman hayati di wilayah TNGHS.