Sosoknya kemudian memutuskan bergabung dengan Partai Golkar dan menjadi legislatif dapil Nusa Tenggara Timur II. Setnov juga berhasil bertahan di kursi DPR RI selama hampir 20 tahun lamanya.
Selain itu, ia juga pernah menjabat sebagai Ketua Fraksi Golkar periode 2009-2014 dan terpilih sebagai Ketua Umum Partai Golkar periode 2016 - 2017.
Tak hanya itu, Setnov juga berhasil menduduki kursi nomor satu sebagai Ketua DPR RI periode 2014-2015 dan periode 2016-2017, sebelum akhirnya dijebloskan ke penjara lantaran terlibat dalam kasus korupsi e-KTP.
Kasus megakorupsi E-KTP Setya Novanto
Pada tanggal 17 Juli 2017, KPK akhirnya mengumumkan status Setya Novanto sebagai tersangka dalam kasus korupsi pengadaan E-KTP. Korupsi ini terjadi pada kurun tahun 2011-2012, di mana Setnov masih menjabat sebagai Ketua Fraksi Golkar di DPR.
Dari hasil penyelidikan KPK, Setnov diduga terlibat dalam pengaturan anggaran pengadaan e-KTP sebesar Rp5,9 triliun agar bisa disetujui semua anggota DPR.
Ia juga diduga sengaja mengatur tender atau pemenang lelang agar bisa mendapatkan uang hasil korupsi pengadaan tersebut.
Namun, status Setnov sebagai tersangka sempat dibatalkan. Ini setelah hakim Cepi Iskandar menetapkan status tersangka Setnov tidak sah pada 29 September 2017.
Situasi itu membuat KPK akhirnya memutar otak dan kembali melakukan penyelidikan baru untuk pengembangan perkara e-KTP. Lagi-lagi, KPK menetapkan status tersangka kepada Setnov pada 10 November 2017.
Penetapann status tersangka ini ternyata diabaikan oleh Setnov. Puncaknya, KPK memutuskan untuk menjemput paksa Setnov, namun yang bersangkutan sedang tidak berada di rumah.