Suara.com - Menjelang Pilpres 2024 situasi politik di Indonesia kian memanas. Apalagi saat ketiga capres sudah resmi mendeklarasikan pasangan cawapresnya. Siapa sangka kalau ketiga berlomba-lomba menggandeng paslon yang juga behasil bikin heboh publik.
Ada 3 pejabat pemerintah yang resmi maju ke kontestasi politik tahun 2024 nanti. Mereka adalah Prabowo Subianto sebagai Menhan, Mahfud MD sebagai Menkopolhukam, dan Gibran Rakabuming Raka yang masih menjabat sebagai Wali Kota Solo. Kendati demikian, ketiganya tak mundur dari jabatannya dan memilih untuk mengambil cuti pada masa kampanye nantinya.
Lantas, emangnya diperbolehkan tetap menjabat meski maju ke Pilpres 2024. Berikut ulasannya.
Apakah Boleh Mencalonkan Sebagai Wakil Presiden Tanpa Mundur dari Jabatan?
Baca Juga: Viral Gibran Pecahkan Rekor Mangkir Debat, Warganet: Tenang Pak Prabowo, Saya Sudah Di Sini
Jawabannya adalah boleh dan hal itu pun sudah diatur dalam Undang-Undang Pemilu. Merujuk pada laman Mahkamah Konstitusi, Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan Pasal 170 ayat (1) UU Pemilu tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai.
"Pejabat negara yang dicalonkan oleh Partai Politik Peserta Pemilu atau Gabungan Partai Politik sebagai calon Presiden atau calon Wakil Presiden harus mengundurkan diri dari jabatannya, kecuali Presiden, Wakil Presiden, Pimpinan dan anggota MPR, Pimpinan dan anggota DPR, pimpinan dan anggota DPD, gubernur, wakil gubernur, bupati, wakil bupati, walikota, dan wakil walikota, termasuk menteri dan pejabat setingkat menteri, sepanjang menteri dan pejabat setingkat menteri mendapatkan persetujuan dan izin cuti dari Presiden".
Pada ayat 4 dari pasal yang sama mengatur bahwa surat izin tersebut harus disampaikan ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai salah satu dokumen persyaratan untuk menjadi calon presiden atau wakil presiden.
Selain itu, cuti untuk kepala daerah berkaitan dengan kampanye juga diatur dalam Pasal 303 UU Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu. Ayat 3 menyebutkan bahwa kepala daerah dapat melakukan kampanye di luar hari kerja atau hari libur. Mereka juga berhak mendapatkan cuti satu hari kerja dalam satu minggu selama masa kampanye seperti yang diatur di ayat 2.
Berpotensi Conflict of Interest
Baca Juga: Asal Usul Joget Gemoy Prabowo yang Viral, sampai Jadi Tren Diikuti Pejabat Lain
Kendati demikian, tentu saja isu conflict of interest pada situasi tersebut mencuat. Mengingat jabatan Mahfud MD adalah Menkopolhukam yang akan membawahi 6 kementrian dan 3 lembaga yang punya andil mengurus pemilu. Alhasil posisi dan jabatan mereka dianggap membuka peluang conflict of interest. Begitu juga dengan Prabowo Subianto.
Potensi ini pun sempat disampaikan oleh Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Andalas, Feri Amsari.
"Kekuasaan Menko Polhukam walaupun tidak langsung kepada kementrian-kementrian terkait, tentu akan memberikan pengaruh dan dampak tersendiri dalam proses penyelenggaraan pemilu yang baik dan bersih. Sebagai atasan dari berbagai kementrian, Kementrian pertahanan, kepolisian, hukum dan HAM, serta lainnya yang berkaitan dengan bidangnya. Maka tentu saja dia sangat powerfull," ungkapnya.
"Tentu sebagai Menhan, akan sangat punya peran, pengaruh. Bahkan dia bisa manggil panglima TNI kalau kemudian terjadi sesuatu hal yang tidak nyaman dalam proses penyelenggaraan pemilu," imbuhnya.
Jadi, pada dasarnya keduanya sadar betul atas kekuasaannya dan jika ada yang berhenti lalu ada yang mengisi posisi tersebut akan berpotensi terjadi penyimpangan pada praktik pemilu secara politik.
Namun, di sisi lain Mahfud MD mengklaim bahwa dirinya akan tetap menjaga netralitas selama kontestasi politik ini berjalan. Sayangnya, sulit mungkin untuk dipercaya tidak ada benturan kepentingan di posisi saat ini. Jadi, mari kita pantau saja.