Makna Jagung di Deklarasi Puluhan Mahasiswa Hingga Respons Problematik Soal Gibran Rakabuming

Kamis, 23 November 2023 | 18:11 WIB
Makna Jagung di Deklarasi Puluhan Mahasiswa Hingga Respons Problematik Soal Gibran Rakabuming
Foto ilustrasi pertanian jagung (Istimewa)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Baru-baru ini lini masa kembali dihebohkan dengan gerakan puluhan mahasiswa dari berbagai universitas di Indonesia. Uniknya, mereka semua kompak membawa jagung saat membacakan Sumpah Pemuda 2.0.

Aksi ini ditujukan untuk menyikapi isu politik dinasti pada akhir pemerintahan Joko Widodo. Ketua BEM UI, Melki Sedek yang ikut turun dalam aksi itu pun menyatakan kalau terdapat sejumlah catatan merah.

Salah satunya adalah keluarnya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal syarat batas usia calon presiden dan calon wakil presiden Nomor 90/PUU/XXI/2023.

"Keluarnya Putusan MK adalah bukti bahwa akhir pemerintahan Pak Jokowi betul-betul tak taat konstitusi," ucap Melki.

Baca Juga: Apa Arti Gemoy, Jadi Jargon Andalan Pasangan Prabowo-Gibran Rakabuming

Selain itu, mereka juga membawa jagung sebagai simbol ketika membacakan ikrar Sumpah Pemuda. Tentu bukan tanpa alasan, jagung itu sendiri memiliki makna.

Makna Jagung Deklarasi Sumpah Pemuda 2023 oleh Puluhan Mahasiswa

Menurut Ketua BEM KM Universitas Gadjah Mada (UGM), Gielbran Muhammad Noor, menyebut ada makna khusus terkait jagung yang dibawa para mahasiswa.

"Jagung ini menjadi sebuah simbol bahwa demokrasi masih sangat muda di negeri ini, demokrasi sangat rendah harganya, terbukti dengan semakin mudah ditindasnya demokrasi," ujar Gielbran.

Selain itu, arti jagung pun dimaknai sebagai demokrasi negera kita yang masih sangat muda usianya alias masih seumur jagung. Alih-alih dijaga agar bertumbuh kembang malah nyatanya demokrasi seolah semakin ditindas, semakin dimonopoli, bahkan ditebang.

Baca Juga: Kejanggalan Kematian Aldi Sahilatua Mahasiswa Bali: Organ Vital Rusak, Keluarga Curiga Dibunuh

Maka dari itu, perihal konstitusi yang terjadi belakangan ini bukanlah masalah yang sepele. Melainkan masalah serius yang harus dihadapi dengan serius pula.

Tentu sudah tak asing lagi ketika mendengar respon "Kalau tidak suka Gibran gara-gara dinasti politik hingga nabrak konstitusi ya ngga usah dipilih. Gitu aja kok repot,". Respon semacam itu adalah problematik, kenapa? Berikut ulasannya.

Jangan Kebiasaan Menyederhanakan Masalah Serius Apalagi Menyangkut Konstitusi

Respon mengenai tak usah pilih Gibran jika nabrak konstitusi adalah komentar yang problematik. Hal itu karena seolah terdengar menyederhanakan masalah yang sebetulnya bahaya.

Selain itu, urusan mengenai demokrasi dan konstitusi itu bukan soal sekedar suka atau tidak sukanya dengan individu. Melainkan, di sini ada hal-hal yang dirusak hingga ditabrak yang bersangkutan dengan khalayak demi melancarkan kepentingan individu.

Putusan MK nomor 90 itu tentu saja sangat jelas hanya digunakan oleh Gibran Rakabuming di antara calon-calon yang lain. Hal itu pun disampaikan langsung oleh Dosen Hukum Tata Negara di Universitas Andalas.

"Aneh kalau kemudian ada pernyataan yang memberi kesan kelaziman bahwa kalau anda tidak senang dengan Gibran ya sudah tidak usah pilih Gibran. Itu menyederhanakan masalah, masalah sesungguhnya Gibran masuk ke kancah pertarungan dengan cara-cara yang tidak normal, tidak sehat, tidak kemudian bisa dipergunakan orang lain. Khusus hanya untuk Gibran ruang itu dibuka dan kemudian Gibran masuk sementara ayahnya masih berkuasa," ungkapnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI