Suara.com - Klinik Alifa di Tasikmalaya terus menuai sorotan setelah diduga melakukan malpraktik terhadap seorang bayi prematur yang baru dilahirkan.
Bayi prematur berbobot 1,5 kg itu dikeluarkan dari dalam inkubator dan dijadikan model pemotretan newborn tanpa izin dari orang tua.
Setelahnya, bayi prematur itu langsung diizinkan oleh pihak klinik untuk dipulangkan ke rumah, padahal saat itu si bayi masih memerlukan perawatan intensif.
Kondisi bayi prematur itu pun semakin memburuk setelah diizinkan pulang ke rumah. Hingga akhirnya keluarga kembali membawa anaknya yang baru lahir ke klinik dan dinyatakan meninggal dunia.
Baca Juga: Bayi Prematur Meninggal Usai Diduga Dijadikan Konten Newborn, Ini Alasan Pentingnya Inkubator
Tak lama setelah kejadian itu viral, Dinas Kesehatan Kota Tasik langsung bertindak dengan membentuk Majelis Adhoc guna mengusut kasus tersebut.
Namun, di tengah-tengah pengusutan kasus bayi prematur yang meninggal tersebut, Klinik Alifa terpantau masih tetap beroperasi hingga kini.
Meskipun sepi pengunjung, klinik yang berada di Jalan Bantarsari Nomor 6, Kecamatan Bungursari, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat itu masih tetap buka seperti biasa.
Bedanya, kondisi Klinik Alifa terpantau sangat sepi, tak ada lalu lalang pasien maupun perawat di sana.
Selain itu, diketahui jika pihak klinik khitan dan persalinan tersebut juga hendak mengembalikan biaya persalinan yang sebelumnya dibayar oleh keluarga korban.
Salah seorang keluarga korban menyebut jika pihak klinik sampai memaksa keluarganya agar mau menerima pengembalian biaya persalinan senilai Rp1 juta.
"Setelah viral, kami keluarga sudah lapor ke Dinkes. Kemudian ada pihak klinik datang ke rumah tiga kali. Mereka katanya mau mengembalikan uang pembayaran yang saat itu kami bayar tanpa kuitansi oleh klinik. Padahal, adik saya berobat ke sana pakai KIS," beber kakak korban kepada wartawan, dikutip Kamis (23/11/2023).
Diketahui, sebelumnya keluarga bayi prematur itu diminta membayar biaya persalinan senilai Rp1 juta, padahal saat itu mereka menggunakan Kartu Indonesia Sehat (KIS).
"Pakai KIS tapi masih harus bayar Rp 1 juta. Anehnya lagi tidak ada berkas catatan medis, surat kontrol, dan bahkan kuitansi pembayaran pun tidak ada kami terima," keterangan ayah korban.