Suara.com - Beberapa waktu lalu sempat viral kasus host kinderflix yang menjadi bahan kekerasan berbasis gender online. Hal itu tentu menarik perhatian publik karena merasa geram dengan komentar-komentar tak senonoh.
Seperti yang diketahui, kalau Kinderflix merupakan platform belajar berbasis video yang ditujukan untuk meringankan tugas orangtua dalam mengajari anak berbicara.
Akan tetapi, konten yang mereka publish justru mendapat komentar-komentar yang tidak layak dilontarkan. Komentar-komentar tersebut termasuk dalam kekerasan berbasis gender online (KBGO).
Lantas kenapa komentar-komentar tersebut termasuk dalam kekerasan berbasis gender online (KBGO)?
Baca Juga: Belajar Dari Kasus Leon Dozan, Ini Pasal Hukum Untuk Jerat Pacar yang Suka Aniaya Pasangan
1. Pelecehan
Pertama, ada beberapa komentar seperti catcalling daring karena melontrakan rayuan-rayuan yang tidak diinginkan dan tidak sesuai konteks keadaan. Misalnya komentar berikut ini.
"Kak Nisa, ayah saya pengen meet and great," bunyi komentar.
"Aku cape like in komennya para bunda di sni yang bahagia adanya Kak Aldy di Kinderflix," tulis komentar yang lain.
2. Penghinaan
Baca Juga: Penyalin Cahaya: Metafora Kekerasan Seksual dan Tantangan Naratif
Selain itu, komentar-komentar yang dilontarkan masuk dalam penghinaan. Lantaran mengakibatkan pemeran sebagai hasrat pemuas seksual sehingga merusak kesan tentangnya sebagai edukator.
3. Penguntitan
Ada juga komentar yang menjurus penguntitan. Hal itu bisa dilihat melalui komentar yang meminta informasi pemeran. Ancaman penyebarluasan informas tersebut dapat mengganggu keamanan dan kenyamanan baik daring maupun luring.
Dampak dari Kekerasan Berbasis Gender Online
Merujuk pernyataan dari Ihda Filzafatin Habibah, Ketua Dema IUN Malang. Berikut dampak dari KBGO:
1. Kerugian psikologis
KGBO bisa berdampak dari segi psikologis seperti depresi, kecamasa, dan ketakutan. Ada juga pada titik tertentu para korban atau penyintas menyatakan pikiran bunuh diri sebagai akibat dari bahaya yang mereka hadapi.
2. Keterasingan Sosial
Penyintas bisa menarik dari kehidupan publik termasuk keluarga dan teman-teman. Hal itu terutama berlaku pada perempuan yang foto atau videonya didistribusikan tanpa persetujuan dan membuat mereka merasa dipermalukan dan diejek di tempat umum.
3. Mobilitas Terbatas
Ruang gerak yang amannya terbatas karena kehilang kemampuan untuk bebas dan berpartisipasi dalam ruang online dan offline.
4. Sensor Diri
Penyintas juga bisa kehilangan kepercayaan diri terhadap keamanan dalam menggunakan teknologi digital, hingga putusnya akses informasi, layanan elektronik dan komunikasi sosial atau profesional.