Suara.com - Menjelang Pemilu pada 2024 tak sedikit masyarakat yang berniat untuk golput. Tentu saja hal tersebut dilandasi dengan alasan yang bermacam-macam.
Berbarengan dengan hal itu, sempat ramai soal ajakan golput yang bisa berujung dipidana. Salah satunya pada unggahan akun X milik @polresjogja.
"Menurut UU No.7 tahun 2017 tentang Pemilu khususnya Pasal 515, ternyata golput bisa dipidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak 36 juta rupih loh, Sobat Polri," tulis pemilik akun.
Namun, unggahan tersebut sudah dihapus. Setelah menjadi sorotan warganet. Begitu pula tak sedikit warganet yang masih mengira kalau mereka golput dan mengajak orang lain untuk golput juga bakal berujung di penjara.
Baca Juga: Once Mekel Dukung Politik Sehat, Berharap Lahirkan Pemimpin Amanah di Pemilu 2024
Lantas apakah benar pernyataan di atas? Berikut ulasannya.
Golput Adalah Hak Politik Bukan Tindak Pidana
Merujuk pada ICJR golput adalah yang digunakan ketika seseorang yang masuk dalam kategori pemilih dalam pemilu memutuskan untuk tidak menggunakan haknya untuk memilih salah satu calon dalam pemilu. Banyak orang kemudian beranggapan bahwa hal tersebut merupakan sesuatu yang tidak dapat dibenarkan, atau malah merupakan pelanggaran hukum. Padahal, menurut ICJR baik memilih ataupun tidak memilih, keduanya sama-sama merupakan bagian dari hak politik warga negara.
Hal itu pun sudah diatur pada Pasal 28 UUD 1945 menjamin bahwa setiap warga negara mempunyai kemerdekaan untuk berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya yang ditetapkan dalam undang-undang. Salah satu bentuk turunan dari hak tersebut antara lain adalah hak untuk menyatakan pilihan politiknya dalam pemilihan umum bagi warga negara yang ditetapkan sebagai kategori pemilih dalam pemilu.
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) khususnya pada Pasal 198 ayat (1) menyatakan bahwa Warga Negara Indonesia yang pada hari pemungutan suara sudah genap berumur 17 (tujuh belas) tahun atau lebih, sudah kawin, atau sudah pernah kawin mempunyai hak memilih.
Baca Juga: Puan Ungkap Alasan Pembentukan Panja Netralitas TNI
Maka dari itu, terdapat dua pandangan yang bisa dikaitkan dengan sikap golput. Pertama, jika hak untuk memilih yang pada hakikatnya merupakan hak yang sifatnya boleh digunakan maupun tidak digunakan oleh pemiliknya, maka golput dapat diartikan sebagai pilihan seseorang yang tidak menggunakan haknya tersebut. Kedua, jika kembali merujuk pada ketentuan UUD 1945 maka pernyataan seseorang untuk menjadi golput juga dapat diartikan sebagai bagian dari hak warga negara untuk mengekspresikan pikirannya yang dijamin dalam Pasal 28 UUD 1945 di atas.
Jadi, tindakan golput bukan sama sekali pelanggaran hukum. Karena tidak ada satupun aturan hukum yang dilanggar.
Golput Melanggar Hukum Jika Digerakkan Orang Lain dengan Menjanjikan Sesuatu
Satu-satunya celah seseorang bisa dipidana dalam urusan ialah mengacu pada Pasal 515 UU No.7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum.
"Setiap orang yang dengan sengaja pada saat pemungutan suara menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada Pemilih supaya tidak menggunakan hak pilihnya atau memilih Peserta Pemilu tertentu atau menggunakan hak pilihnya dengan cara tertentu sehingga surat suaranya tidak sah, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah)."
Dalam pasal tersebut, ICJR juga berpandangan sanksi yang tertera pada pasal di atas hanya membatasi seseorang yang dapat dipidana. Hanya mereka yang menggerakkan orang lain untuk golput pada hari pemilihan dengan cara menjanjikan sesuatu berupa uang atau materi.