Suara.com - Viral di media sosial, bayi prematur dijadikan bahan konten newborn photoshoot sebuah klinik di Tasikmalaya, Jawa Barat. Bayi ini diketahui lahir prematur, yang mana seharusnya berada di inkubator selama beberapa hari.
Hal itu membuat sang bayi meninggal dunia dan pihak keluarga mengecam keras klinik tersebut. Ayah bayi ini, Erlangga Surya Pamungkas mengungkap kronologi kejadian melalui surat terbuka untuk Kepala Dinas Kesehatan Tasikmalaya.
Kronologi Bayi Prematur Jadi Bahan Konten hingga Meninggal Dunia
Istrinya, yakni Nisa Armila datang ke Klinik Alifa yang beralamat di Bantarsari, Kecamatan Bungursari, Tasikmalaya pada Senin (13/11/2023) sekitar pukul 16.00 WIB. Kala itu, ia yang akan melahirkan ditemani oleh kakaknya.
Bidan yang sedang kemudian meminta Nisa pulang karena menurutnya baru pembukaan 2. Padahal, istri Erlangga ini sudah lemas dan seperti ingin melahirkan. Ia pun menuruti sang bidan dan kembali pada pukul 20.00 WIB.
Kedatangan yang kedua itu diantar oleh Erlangga. Namun, Nisa kembali menerima perlakuan tak pantas. Ia yang sudah kesakitan diabaikan oleh bidan jaga. Lalu, bidan itu mengatakan Nisa akan diperiksa pada pukul 24.00 WIB.
Sekitar pukul 21.30, Nisa mengeluarkan banyak darah dan air ketuban. Namun, bidan itu mengatakan hal tersebut biasa dan belum waktunya melahirkan karena masih pembukaan 2. Sang bidan juga tetap cuek dan sibuk dengan ponselnya.
Kemudian, pada pukul 22.00 WIB, Nisa melahirkan. Bidan itu disebut Erlangga, menjadikan istrinya bahan praktek para mahasiswa yang ada di sana. Ia bahkan menunjukkan hal-hal yang berkaitan dengan mata kuliah kebidanan.
Adapun berat bayi Nisa dan Erlangga mencapai 1,7 kilogram tanpa diberi tahu berapa tingginya. Keluarga bahkan tak diizinkan mengetahui jenis kelamin hingga jumlah jahitan pada Nisa. Hal ini disebut untuk menutupi perilaku pegawai klinik.
Baca Juga: Bayi Prematur di Tasikmalaya Meninggal Dunia Diduga Karena Dijadikan Model Konten Klinik
Erlangga juga mengungkap istrinya dibiarkan mandi sendiri, padahal kondisinya masih lemas. Kakaknya yang bernama Nadia meminta bantuan bidan, namun diabaikan. Akhirnya, ia lah yang membantu adik ipar bersih-bersih.
Keluarga lalu menanyakan soal kapan bayi itu bisa diberi ASI dan dimasukkan ke inkubator berstandar medis. Sebab, hampir 4 jam sejak lahir belum menerima asupan dan berat badannya kurang dari 2 kg atau prematur.
Namun, pihak klinik mengatakan mereka perlu menunggu informasi dari rumah sakit. Tak berselang lama, bayi itu sudah bisa diberikan ASI. Meski begitu, Erlangga tetap kecewa karena bidan tak ikut memantau dan lebih memilih tidur.
Keesokan harinya pada pukul 07.00 WIB, bayi itu dimandikan oleh bidan dalam jangka waktu yang sangat lama. Erlangga lantas curiga jika anaknya kembali dijadikan bahan praktek. Lalu, pukul 08.30, bayi diperolehkan pulang.
Erlangga pun heran mengapa bayi yang terlahir prematur bisa langsung dipulangkan. Setelahnya, ia diminta membayar sebesar Rp1 juta. Ia tak mengira akan biaya ini karena dirinya memiliki Kartu Indonesia Sehat (KIS).
Buruknya lagi, pihak klinik tidak merinci untuk apa biaya tersebut. Bayi ini juga tidak diberikan surat kepulangan atau keterangan sehat. Ia hanya diminta diperiksa kembali 3 hari kemudian, tetapi itu pun tanpa dilengkapi surat.
Suasana panik kembali menerpa keluarga Erlangga usai detak jantung anaknya terhenti pada pukul 21.00 WIB. Mereka segera menuju Klinik Alfia, namun begitu sampai, tempat yang diketahui buka 24 jam itu malah tutup.
Sempat ada orang yang datang dan menyatakan bayi itu meninggal dunia. Namun, ia tiba-tiba menghilang hingga keluarga menangis histeris karena tidak ada yang memberikan penjelasan. Lalu, bayi tersebut dibawa ke RS Jasa Kartini.
Pihak rumah sakit memompa jantung sang bayi, namun tetap tak selamat. Sementara itu, besoknya lagi yakni pada Rabu (15/11/2023), kakak Erlangga mendatangi Klinik Alifa untuk meminta klarifikasi dari bidan terkait, Dwi Yunita.
Usai ditelusuri, rupanya bayi itu dijadikan model konten. Padahal, seharusnya ia berada di inkubator selama kurang lebih 7 hari. Atas dasar ini, pihak keluarga berharap kasus tersebut bisa ditindaklanjuti.
Kontributor : Xandra Junia Indriasti