Suara.com - Kasus pencarian suaka yang dilakukan oleh suku muslim asal Myanmar, Rohingya kini menjadi fokus pemerintah Indonesia untuk segera ditangani. Pasalnya, setidaknya ada 490 orang suku Rohingnya yang kembali datang ke Indonesia melalui dua daerah pesisir Aceh, Bireuen dan Pidie pada Minggu (19/11/2023) dini hari lalu.
Penolakan besar-besaran yang dilakukan oleh warga Aceh ini diduga dilatarbelakangi karena ulah para pengungsi Rohingya yang banyak melakukan tindakan kriminal.
"Kesimpulan kita bersama, masyarakat dengan tegas menolak kehadiran pengungsi Rohingya ke daratan. Warga tidak bisa menerima lagi," ungkap Kepala Desa Pulo Pineung, Mukhtaruddin kepada awak media.
Penolakan ini juga pernah membuat pengungsi Rohingya memilih untuk melaut ke arah Aceh Utara, tepatnya ke Desa Ulee Madon. Namun, lagi-lagi mereka ditolak warga. Para pengungsi Rohingya ini akhirnya terombang-ambing di laut selama hampir 3 hari.
Baca Juga: Jejak Sejarah Etnis Rohingya, Ini Alasan Warga Aceh Menolak Kedatangan Mereka
Sayangnya, banyak dari mereka yang malah bertindak kriminal hingga merugikan warga sekitar. Hal ini mendasari penolakan besar-besaran terjadi.
Lalu, apa sebenarnya alasan para pengungsi Rohingya memilih Aceh sebagai tempat kedatangan mereka meskipun sudah ditolak berkali-kali? Simak inilah penjelasannya.
Sistem Panglima Laot
Para pengungsi Rohingya kebanyakan memilih pergi dari negara asalnya Myanmar lantaran mereka telah diusir dari tanah mereka. Hal ini membuat mereka terpaksa melaut demi mencari tempat singgah.
Para pengungsi Rohingya ini terkadang harus terombang-ambing di laut selama berhari hari dengan memanfaatkan bantuan logistik dari nelayan-nelayan yang bertemu dengan mereka di laut.
Baca Juga: Angin Topan Paksa Puluhan Ribu Pengungsi Rohingya Pindah dari Pesisir Barat Daya Bangladesh
Di Aceh, ada sistem hukum adat bernama Panglima Laot yang mengemban sistem gotong royong sesama nelayan selama berada di lautan. Sistem ini juga mengharuskan para nelayan untuk menolong orang-orang yang tersesat atau membutuhkan bantuan di lautan.
Hal ini membuat para nelayan asal Aceh yang melihat para pengungsi Rohingya berada di tengah laut menjadi iba dan mencoba menolong mereka untuk bisa berada di daratan.
Sesama umat Islam
Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam yang sering disebut dengan Serambi Mekkah memiliki masyarakat yang mayoritas beragama Islam.
Dalam ajaran Islam, tolong menolong menjadi salah satu amalan yang diajarkan oleh para Nabi dan Rasul. Hal ini pun membuat para pengungsi Rohingya memilih Aceh sebagai tujuan mereka dengan harapan bisa diterima dengan baik karena sesama Umat Islam.
Aceh jadi salah satu pintu gerbang maritim Indonesia
Lokasi geografis Aceh yang berada di paling utara wilayah Indonesia secara garis maritim membuat pengungsi Rohingya lebih mudah untuk sampai di Aceh.
Secara geografis, laut Andaman yang ditarik garis lurus menuju Myanmar juga berada secara tegak lurus dengan wilayah daratan Aceh.
Selain mudah dijangkau oleh kapal, wilayah Aceh juga kaya akan sumber daya alam yang dapat dimanfaatkan oleh para pengungsi Rohingya.
Kontributor : Dea Nabila