Suara.com - Pasangan Prabowo-Gibran memang kerap menuai sorotan publik. Selain soal isu dinasti politik yang melekat pada pasangan capres-cawapres ini.
Keduanya pun lebih familiar di kalangan anak muda. Tentu saja Gibran memiliki peran di mata para kaum muda, lantaran sikap-sikapnya di media sosial serta umurnya yang menjadi cawapres termuda.
Sementara itu, pada kesempatan Pemilu kali ini Prabowo juga seolah melakukan re-branding. Sebelumnya, ia dikenal sebagai sosok yang keras dan menggebu-gebu. Hal itu mulanya sangat wajar mengingat dirinya memiliki latar belakang militer.
Namun, kali ini ia berubah menjadi sosok yang lebih santai. Bahkan, kerap menarik perhatian publik karena tingkah lucunya seperti suka mendadak joget-joget dan sangat lembut dengan hewan peliharaannya.
Baca Juga: Kunjungan ke Madiun, AHY ke Prabowo: Bapak Bisa Menang Satu Putaran Asal Strateginya Pas
Maka tak heran kalau dirinya kerap dijuluki sebagai sosok yang 'gemoy'. Siapa sangka julukannya itu lantas sangat mudah diingat oleh para kaum muda dan hal itu juga ternyata sangat berpengaruh bagi citra Prabowo.
Efek Kata Gemoy Ke Elektoral Prabowo
Menurut Denny JA, survei LSI baru saja selesai untuk bulan November 2023. Data menunjukkan peningkatan dukungan kepada Prabowo dari kalangan milenial, yaitu pemilih muda yang lahir setelah tahun 1982.
Di bulan Oktober 2023, di kalangan milenial sebanyak 36,9% mendukung Prabowo. Tapi sejalan dengan semakin populernya istilah gemoy, di bulan November 2023, kalangan milenial yang mendukung Prabowo meningkat menjadi 41,6%.
"Populernya kata gemoi ini sendiri memberikan efek elektoral yang signifikan kepada Prabowo. Atau semakin populernya julukan gemoy untuk Prabowo itu cerminan semakin Prabowo disukai, terutama di kalangan mienial," tutur Denny.
Dampak Positif Julukan Gemoy
Julukan 'gemoy' yang kini melekat pada diri Prabowo tentu menuai dampak positif bagi citranya. Analisa di atas pun menunjukkan kalau Prabowo sudah berhasil re-branding.
Kini Prabowo dianggap sebagai tokoh yang rileks saja, yang penuh humor. Bahkan menanggapi hal-hal yang negatif keras sekali kepadanya, respon Prabowo menenangkan.
"Mengapa terjadi perubahan citra itu? Ujar Prabowo dengan jenaka, ia dua kali sudah dikalahkan di pemilu presiden. Karena itu ia mengubah penampilannya menjadi lebih rileks. Semua ia anggap keluarga dan teman," katanya.
Kedua, gemoy sebagai sebuah kata baru sangat populer di kalangan milenial. Ini memang bahasa anak- anak muda. Di mana akhir-akhir ini memang ada beberapa kata baru yang menjadi kata pergaulan dan gemoy salah satunya.
Terutama di kalangan pemain TikTok atau TikTokers, kata gemoy diucapkan untuk mereka yang dianggap menggemaskan, lucu. Kata yang diberikan kepada orang-orang yang mereka suka, yang disayangi.
Ketiga, kata gemoy ini juga membangkitkan kreativitas bertutur. Di mana sekarang banyak ucapan yang menyertai kata gemoy itu.
Kemana pun Prabowo pergi, relawan dan publik yang hadir meneriakkan kata gemoy dengan berbagai redaksi yang berbeda. Salah satu yang populer sekarang ini adalah 'apakah boleh presiden segemoy ini?'
Menurut Denny, kata gemoy menjadi branding baru yang organik dan viral.
"Jelaslah ini menguntungkan Prabowo jika ia tetap menampilkan citranya yang segemoy itu, yang rileks saja, yang humoris, yang akrab, menganggap semua kawan dan keluarga," imbuh dia.
Sejarah di Balik Prabowo Sering Tiba-Tiba Joget
Jogetan inilah yang menjadi salah satu faktor Prabowo dianggap sebagai sosok yang gemoy. Namun, ternyata tingkahnya yang suka tiba-tiba joget ternyata memiliki sejarah.
Ia mengaku perilaku itu memang sudah menjadi bawaan sejak masa kecil.
Hal ini diungkapkan Prabowo saat ditanya dalam acara Mata Najwa yang disiarkan secara daring, Minggu (20/11/2023). Prabowo mengatakan, caranya berjoget itu diketahuinya dari sang kakek yang sering mengadakan pertunjukan wayang.
"Ini buka rahasia. Ini cerita yang sebenarnya. Jadi di keluarga saya, kakek saya, pak Margono kan orang Jawa dari Banyumas. Zaman itu tidak ada hiburan kecuali wayang," ujar Prabowo.
"Jadi tiap kali saya ke rumah eyang saya, saya disambut dengan tarian kayak begitu. Dari kecil, yang menari eyang saya, dia sambut saya selalu begitu," tambahnya.
Kebiasaan kakeknya itu, kata Prabowo, juga masih dilanjutkan oleh sang ayah, Soemitro Djojohadikoesoemo. Setiap kali ada berita menggembirakan ayahnya selalu berjoget seperti pertunjukan wayang. Hingga akhirnya, kebiasaan berjoget ala wayang itu menjadi bagian dari alam bawah sadar Prabowo. Ia pun secara tak sadar berjoget saat sedang senang.
"Itu di bawah sadar saya tiap kali gembira (berjoget). Tapi kalau gak gembira gak begitu. Jadi kalau ada berita bagus, umpamanya ujian lulus ya begitu," tuturnya.